Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Krisis Sri Lanka: Kegagalan Manajemen dan Tata Kelola Keuangan

Anda mungkin terus mengikuti perkembangan mengenai krisis yang terjadi di Sri Lanka. Negara ini mengalami gagal bayar hutang luar negeri sebesar 51 miliar Dollar AS.

Krisis ini merupakan terparah yang dialami oleh Sri Lanka sejak merdeka tahun 1948. Consumer price index (CPI) di Sri Lanka pada bulan Mei 2022, bahkan tercatat mengalami kenaikan signifikan sebesar 45,3 persen year on year, melansir data dari Channel News Asia.

CPI merupakan indeks statistik yang sering digunakan untuk mengidentifikasi periode inflasi.

Terjadi kelangkaan makanan, obat-obatan dan bahan bakar yang semakin parah. Krisis ekonomi yang kronis tersebut tentu berpotensi besar meluas menjadi krisis kemanusiaan.

Berbagai demonstrasi dan kerusuhan terus terjadi di beberapa kota di Sri Lanka.

Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka saat ini mulai menjabat sejak November 2019. Ia mengawali kariernya sebagai perwira militer Angkatan darat pada kecabangan infantri dan kemudian pensiun dini dengan pangkat Letnan Kolonel.

Gotabaya kemudian ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Presiden Mahinda Rajapaksa yang juga kakak kandungnya, pada periode 2005-2015.

Ketika Gotabaya terpilih menjadi Presiden, Mahinda Rajapaksa-lah yang gantian ditunjuk sebagai Perdana Menteri.

Tidak dapat dipungkiri popularitas Mahinda merupakan faktor yang signifikan dalam kemenangan adiknya dalam pemilu presiden.

Total ada empat orang Rajapaksa dalam kabinet yang dibentuk Presiden Gotabaya: tiga orang saudara kandung dan seorang keponakan presiden.

Salah satunya adalah Basil Rajapaksa, adik kandung presiden yang ditunjuk sebagai Menteri Keuangan.

Belakangan keempat Rajapaksa tersebut, semuanya mengundurkan diri dari kabinet akibat tekanan publik yang kuat pada April 2022 yang lalu.

Mahinda Rajapaksa merupakan pemimpin yang begitu populer di Sri Lanka. Salah satu pencapaian terbesar pada masa pemerintahannya adalah berakhirnya perang sipil di Sri Lanka pada tahun 2009.

Mahinda kemudian melakukan langkah yang begitu populer di mata rakyatnya: pembangunan berbagai macam infrastruktur monumental yang ambisius.

Sri Lanka adalah negara kecil berbentuk pulau yang luas wilayahnya kurang lebih hanya sebesar luas provinsi Jawa Barat ditambah Jawa Tengah. Populasi rakyat Sri Lanka saat ini kurang lebih hanya 22 juta jiwa.

Data dari World Bank mencatat pada April 2022, sekitar 11,7 persen rakyat Sri Lanka hidup dalam kemiskinan dengan pendapatan kurang dari 3,2 dollar AS per hari.

Berarti ada sekitar 2,5 juta rakyat Sri Lanka yang pendapatannya kurang dari Rp 1,5 juta per bulan.

Dengan gambaran tersebut, Anda juga sudah pasti tahu bahwa Sri Lanka bukanlah negara kaya raya.

Maka pendanaan berbagai proyek monumental tersebut tentu dengan hutang luar negeri, terutama Pemerintah Tiongkok.

Salah satu proyek infrastruktur yang sempat menjadi kontroversi adalah pembangunan Bandara Mattala Rajapaksa International Airport yang dibangun dengan dana pinjaman dari Tiongkok dan diresmikan pada tahun 2013.

Bandara tersebut sempat mendapat predikat The World’s Emptiest International Airport dari Forbes.

Bandara ini mencapai masa ‘puncaknya’ pada tahun 2004 dengan hanya melayani sekitar 20.000 penumpang per tahun dan terus menurun sampai sekitar 2.000 penumpang saja per tahun pada 2019.

Padahal bandara ini dirancang untuk melayani satu juta penumpang per tahun.

Sri Lanka juga bukan negara yang kekurangan bandara, total sampai saat ini telah ada 21 bandara yang mampu melayani penerbangan domestik dan internasional.

Belakangan ada dua proyek infrastruktur yang menjadi sorotan saat terjadi krisis ekonomi : Pembangunan Pelabuhan Hambantota dan Colombo Port City.

Pembangunan dari kedua infrastruktur tersebut saja, diperkirakan telah menghabiskan biaya sebesar 17 milliar Dollar AS, atau setara dengan satu per tiga dari total hutang luar negeri Sri Lanka yang gagal dibayarkan hari ini.

Kedua proyek tersebut belakangan tidak memenuhi ekspetasi finansial dan akhirnya menjadi beban keuangan negara.

Beberapa pengamat menilai bahwa pembangunan berbagai proyek infrastruktur tersebut sifatnya unnecessary atau sebenarnya tidak diperlukan.

Pembangunan berbagai proyek infrastruktur tersebut merupakan proyek monumental dengan kepentingan politik untuk mendapatkan hati dan popularitas dari rakyat.

Berbagai proyek infrastruktur tanpa pertimbangan finansial yang rasional dinilai turut memberikan kontribusi pada krisis ekonomi yang menimpa Sri Lanka, walaupun bukan merupakan penyebab utama.

Kebijakan populis dan politis lainnya yang dipercaya turut memberikan andil bagi krisis ekonomi yang terjadi adalah pemotongan tarif pajak yang dilakukan Presiden Gotabaya Rajapaksa pada akhir 2019.

Pemotongan tarif pajak tersebut diperkirakan mengakibatkan hilangnya pendapatan negara kurang lebih 2,2 milliar Dollar AS per tahun.

Langkah tersebut diambil semata-mata dalam rangka mendapatkan simpati dari rakyat Sri Lanka.

Sementara itu, pendapatan Sri Lanka terbesar hanyalah dihasilkan dari ekspor produk perkebunan, seperti komoditas teh dan kelapa.

Pendapatan lain yang dapat diandalkan berasal dari pariwisata. Melansir data dari otoritas pariwisata Sri Lanka diperkirakan ada sekitar 1,9 juta – 2,3 juta turis yang datang di Sri Lanka per tahun sebelum periode Covid-19.

Maka fundamental keuangan Sri Lanka sebenarnya sudah rapuh, bahkan sebelum terjadinya krisis global akibat pandemi Covid-19.

Pendapatan pas-pasan dengan terlalu banyak kebocoran akibat korupsi dan besarnya beban hutang yang tidak produktif.

Lalu datanglah badai Covid-19, ekspor menurun, demikian juga kedatangan turis yang juga terus menurun secara drastis.

Kemudian terjadilah perang di Ukraina yang berdampak sistemik pada perekonomian internasional.

Neraca perdagangan Sri Lanka terus menerus tertekan dan mengalami defisit yang semakin besar. Maka fundamental keuangan Sri Lanka yang sudah terlanjur rapuh dengan mudahnya ambyar.

Masalah keuangan Sri Lanka jika dilihat dalam skala mikro yang lebih sederhana identik dengan masalah keuangan yang melanda sebagian besar generasi muda kita.

Jika masalah keuangan dari banyak millenial hari ini adalah banyaknya pengeluaran untuk gaya hidup dan aktualisasi diri, maka masalah keuangan dari Pemerintah Sri Lanka adalah akibat banyaknya pengeluaran demi kebutuhan menjadi populer dan pertimbangan politis.

Keduanya serupa, sama–sama terjerat pada keputusan keuangan praktis yang tidak terukur produktivitas dan nilai tambahnya.

Kondisi yang dialami Sri Lanka saat ini, mungkin juga dialami oleh siapa saja. Uncertainty atau ketidakpastian merupakan koefisien yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

Selalu ada masa ketidakpastian, di mana pemasukan bisa menurun dan di saat yang sama pengeluaran terus meningkat.

Manajemen dan tata kelola keuangan yang sehat dan disiplin merupakan pondasi yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi sulit yang mungkin saja datang kemudian hari.

Dengan pondasi kokoh, kita mungkin hanya merasakan getaran saat terjadi guncangan dan turbulensi ekonomi yang kuat. Tidak sampai roboh.

Manajemen dan tata kelola keuangan harus memperhitungkan dengan cermat dan presisi manfaat dan mudaratnya suatu keputusan finansial yang dibuat.

Yang jelas manfaat yang diciptakan dari sebuah keputusan finansial harus lebih banyak daripada mudaratnya. Kesalahan kebijakan keuangan saat ini tentu dapat menjadi beban di masa depan.

Dari Krisis Sri Lanka kita belajar bahwa tidak ada yang too big to fail di dunia ini. Tanpa manajemen dan tata kelola keuangan yang baik siapapun bisa jatuh miskin.

https://www.kompas.com/global/read/2022/06/23/104110970/krisis-sri-lanka-kegagalan-manajemen-dan-tata-kelola-keuangan

Terkini Lainnya

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

Global
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Rangkuman Hari Ke-813 Serangan Rusia ke Ukraina: Xi Jinping dan Putin Buat Kesepakatan | Zelensky Akui Situasi Sulit di Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-813 Serangan Rusia ke Ukraina: Xi Jinping dan Putin Buat Kesepakatan | Zelensky Akui Situasi Sulit di Kharkiv 

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke