Mereka sering berdiri berjam-jam di bawah terik matahari tanpa akses ke toilet atau air minum, dan selalu ada rasa takut akan pulang dengan tangan kosong.
Ini adalah cobaan harian yang dialami Kuba selama sekitar 60 tahun pemerintahan komunis, dan sekarang diperburuk oleh pandemi virus corona, penurunan ekonomi yang tajam, serta sanksi AS yang diperketat.
"Saya menghabiskan hampir sepanjang malam di sini hanya untuk membeli sesuatu. Tidak mudah, itu pengorbanan besar hanya untuk bisa makan," kata pembelanja bernama Edelvis Miranda (47) kepada AFP di sebuah pasar di Havana pada awal Januari 2022.
Ibu rumah tangga tersebut mengantre sejak sekitar pukul 01.00 dini hari, dan akhirnya pulang sekitar 11 jam kemudian, tepat sebelum tengah hari.
"Itu sepadan, karena saya mendapatkan segalanya. Sekarang istirahat, dan akan mengantre lagi," katanya dalam perjalanan pulang dengan dua liter minyak, dua bungkus ayam, beberapa daging cincang, dan deterjen.
Dikutip dari AFP pada Selasa (11/1/2022), Kuba mencatat tingkat inflasi resmi 70 persen tahun 2021, ketika ekonomi pulih hanya dua persen setelah penurunan 11 persen pada 2020.
Itu menandakan krisis ekonomi terburuk di Kuba dalam hampir tiga dekade.
Dengan dana kas pemerintah yang berkurang, impor makanan--senilai sekitar 2 miliar dollar AS (Rp 28,79 triliun) per tahun sebelum pandemi melanda-–harus dikurangi secara drastis di negara berpenduduk 11,2 juta orang itu.
Pada Mei 2021 Pemerintah Kuba mengatakan, impor yang biasanya mencakup 80 persen kebutuhan pulau itu berada pada level terendah sejak 2009.
Orang-orang yang antre di Kuba biasanya membawa bekal makanan ringan, air putih, kopi, atau bangku kayu untuk duduk.
Sering kali polisi bersiaga untuk menjaga ketertiban dalam antrean yang membentang di beberapa blok jalan.
Di salah satu pasar di ibu kota, sebuah pengumuman datang satu jam sebelum waktu pembukaan bahwa ada lima produk yang tersedia untuk hari itu.
Tak pelak sekitar 400 pembeli yang sudah mengantre itu gembira, tetapi kemudian kekecewaan datang karena hanya 250 dari mereka yang bisa masuk.
"Ini keterlaluan," gerutu Rolando Lopez, seorang pensiunan berusia 66 tahun yang tidak termasuk kuota antrean.
Beberapa puluh orang yang kurang beruntung dengan cepat membentuk antrean untuk belanja hari berikutnya, ada juga yang menunjuk "penjaga" malam untuk menjaga tempat mereka.
"Beginilah perjuangan sehari-hari Kuba. Apa lagi yang bisa Anda lakukan?" ujar ibu rumah tangga Maria Rosabal (55).
"Membuatmu tidak memilki apa-apa"
Beberapa toko di Kuba saat ini hanya menerima mata uang asing. Namun, dollar AS bukan lagi alat pembayaran yang sah dan hanya bisa diperoleh di pasar gelap.
Toko-toko ini memiliki persediaan yang lebih baik daripada yang menggunakan mata uang peso, tetapi hanya sedikit orang Kuba yang mampu membelinya.
Biasanya toko hanya memiliki dua atau tiga produk pada waktu tertentu, atau tidak sama sekali. Terkadang, orang mengantre tanpa mengetahui produk apa yang dapat mereka beli hari itu.
Ketika barang-barang itu tersedia lagi, biasanya terbatas pada toko mata uang asing dan terjual habis dalam beberapa jam.
Kelangkaan barang bukanlah hal baru. Ketika seorang warga Kuba memotong antrean, biasanya mereka akan dicaci: "Kami sudah mengantre selama 60 tahun, dan Anda masih tidak tahu caranya?"
Keadaan menjadi lebih buruk sejak mantan Presiden AS Donald Trump memperketat sanksi yang telah dijatuhkan sejak 1962, dan pandemi Covid-19 membekukan pariwisata serta memukul ekonomi global.
Situasi ini semakin diperumit oleh reformasi moneter setahun lalu yang mensyaratkan kenaikan upah signifikan di negara yang sebagian besar pekerja dipekerjakan oleh pemerintah. Namun, itu lebih lanjut memicu inflasi harga.
Mencoba menahan dampaknya, pihak berwenang dengan hati-hati memindai kartu identitas setiap pembelanja dan buku jatah yang memberi warga Kuba akses ke sekeranjang produk bersubsidi pemerintah setiap bulan.
Namun, "ada orang yang memanfaatkan situasi untuk meraup penghasilan," kata Lopez yang merupakan pensiunan.
Menaruh uang kertas 100 peso (sekitar Rp 59.000) di dalam buku jatah menandakan suap untuk tidak mendaftarkan pembelian, katanya.
Cara ini digunakan oleh orang-orang yang membeli dan menjual kembali produk yang sudah langka dengan harga setinggi langit secara ilegal.
Pemerintah di Havana telah mengatakan bahwa meningkatkan produksi nasional adalah cara terbaik untuk mengatasi kekurangan dan panjangnya antrean, serta perlahan-lahan mulai membuka ekonomi untuk perusahaan swasta.
Akan tetapi, langkah-langkah itu hanya menjanjikan sedikit bantuan jangka pendek bagi konsumen seperti Lazaro Naranjo (77) yang menghabiskan dua jam dalam antrean untuk membeli ayam, tetapi pulang dengan tangan kosong.
"Itu membuat Anda tidak punya apa-apa," katanya.
https://www.kompas.com/global/read/2022/02/05/213500170/fenomena-antre-belasan-jam-di-kuba-warga-sampai-bawa-bekal-hingga-ada