Maria Thompson (62), nama staf itu, memberikan nama-nama informan Amerika Serikat (AS) di Irak kepada seseorang yang terkait dengan gerakan Syiah Lebanon tersebut.
Ia mengaku mengirim informasi rahasia kepada seorang warga negara Lebanon, dengan harapan akan diteruskan ke Hezbollah, kelompok yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Washington.
"Hukuman Thompson mencerminkan keseriusan pelanggarannya terhadap kepercayaan rakyat Amerika, sumber manusia yang dia bahayakan dan pasukan yang bekerja bersamanya sebagai teman dan kolega," kata John Demers, kepala Divisi Keamanan Nasional Kementerian Kehakiman, dikutip dari AFP.
Menurut dokumen pengadilan, Thompson bekerja sebagai penerjemah di pangkalan militer asing.
Pada 2017 di aplikasi video dia memulai relasi dengan pria yang bilang terkait dengan Hezbollah di Lebanon.
"Seiring waktu, Thompson mengembangkan minat romantis pada rekan konspiratornya," kata Kementerian Kehakiman dikutip dari AFP.
Thompson lalu ditugaskan ke pasukan khusus Amerika di Arbil, ibu kota Kurdistan Irak, pada Desember 2019.
Unit tersebut kemudian memulai serangan terhadap milisi pro-Iran, yang berakhir 3 Januari 2020 dengan kematian Jenderal Qassem Soleimani.
Tak lama setelah itu, kontak Thompson meminta informasi tentang para agen yang dicurigai telah membantu Amerika Serikat.
Dia memberinya data tentang beberapa informan AS, termasuk nama asli setidaknya delapan orang yang diakses melalui berkas anggota, dan informasi tentang taktik militer AS.
Thompson ditangkap oleh otoritas federal bulan berikutnya pada akhir Februari 2020.
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/25/063725670/staf-pentagon-dipenjara-23-tahun-karena-bocorkan-info-rahasia-ke