Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Seruan Agar Australia Melindungi Perempuan Korban KDRT Pemegang Visa Sementara

KOMPAS.com - Ketika Elly, bukan nama sebenarnya, meninggalkan rumah di pinggiran kota Melbourne tempatnya berlindung, dia mengenakan topi lebar dan kacamata hitam besar untuk melindungi diri dari pembalasan mantan suaminya.

Elly takut diserang dengan air keras.

"Saya benar-benar tahu sifat mantan suami saya yang sangat pendendam dan kejam. Dia selalu ingin menang," kata Elly.

Baru menikah tahun lalu, Elly pindah dari Iran dengan visa sementara untuk bisa bersama suaminya, yang sedang belajar di Melbourne.

Tiga hari setelah dia tiba, suaminya mulai memukul dan memperkosanya tanpa henti.

Tiga setengah bulan kemudian, merasa yakin suaminya akan membunuhnya, Elly menelepon polisi.

"Ini pertama kalinya saya mengerti bahwa dengan status pemegang visa sementara, saya bisa mengalami masalah yang sangat, sangat sulit," kata Elly.

"Karena jenis visa saya, tempat penampungan perempuan tidak menerima saya. Mereka berkata, kami tidak dapat membantu Anda karena Anda menggunakan visa sementara dan Anda tidak memiliki Centrelink, sambung Elly.

Dia akhirnya ditempatkan di akomodasi sementara.

"Dia mengancam akan membatalkan visa saya"

Tanpa pekerjaan, sedikit uang dan trauma akibat penganiayaan, Elly saat ini tinggal bersama dengan sebuah keluarga.

"Tidak ada perempuan yang (seharusnya) menoleransi kekerasan dalam rumah tangga, mentoleransi pemerkosaan, hanya karena jenis visa (mereka)," kata Elly.

"Saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk diri saya sendiri karena dia mengancam saya untuk membatalkan visa saya, dan membunuh saya di negara asal saya," sambung dia.

Kini perpisahan dari suaminya berarti telah mengubah jenis visa partner yang awalnya ia miliki dengan visa bridging untuk berjuang tinggal di Australia.

Elly percaya, sebagai seorang perempuan yang berpisah dari suami, ditambah dengan tuduhan palsu perzinahan yang dilontarkan oleh mantan suaminya, kembali ke Iran dapat mengakibatkan dia dipenjara atau dibunuh.

"Karena itu tabu, dan semua orang mengira semua masalah ada pada saya, sehingga akan ada bahaya pembunuhan untuk mengorbankan saya. Selain itu, mantan saya mengancam saya (dengan) serangan air keras," imbuh Elly.

"Saya adalah korban dari baik kekerasan dalam rumah tangga maupun undang-undang imigrasi yang benar-benar membuat saya tidak berdaya dan memperburuk kondisi psikologis emosional saya," tambahnya.

"Ini adalah halaman belakang rumah kita"

Kepala eksekutif InTouch, sebuah pusat pendampingan multikultural yang menentang kekerasan dalam keluarga, Michal Morris, mengatakan situasi seperti Elly sering terjadi, dan kerap kali menjadi lebih rumit jika menyangkut anak-anak yang lahir di Australia.

"Masalahnya terletak pada status visa Anda, jadi status visa Anda menentukan apakah Anda memiliki akses ke Centrelink atau Medicare," kata Morris.

Dia menjelaskan bahwa banyak tempat perlindungan bergantung pada bantuan pembayaran dari Centrelink.

Morris mengatakan wanita yang status visanya bergantung pada pasangannya membutuhkan cara untuk melarikan diri dari hubungan dengan kekerasan tanpa harus meninggalkan Australia.

"Jika Anda berada dalam hubungan yang sah, jika Anda mengalami kekerasan dalam keluarga, Anda harus memiliki kesempatan untuk pulih. Terutama jika kekerasan terjadi di Australia; ini adalah halaman belakang kita, kita harus mampu merespon dan mendukung mereka," kata Morris.

InTouch mengadvokasi jalur imigrasi untuk visa sementara hingga permanen bagi korban kekerasan yang terjadi di Australia.

"Apa yang kami minta agar Pemerintah lakukan adalah memperkenalkan visa dua tahun dengan hak Centrelink, dengan hak bekerja dan dengan hak kesehatan. Ini akan memungkinkan para perempuan untuk mengatasi pengalaman kekerasan keluarga dan kemudian bisa memutuskan apa yang ingin dia lakukan dalam hidupnya," ujarMorris.

"Pada akhir dua tahun itu kami ingin para perempuan itu dapat mengajukan permohonan berbagai visa sementara dan permanen di Australia," sambung dia.

Ada dukungan luas di antara para ahli yang bekerja di lapangan untuk memberlakukan peraturan baru bagi pemegang visa yang melarikan diri dari kekerasan keluarga.

Menteri: Peraturan saat ini sudah memberikan perlindungan

Penjabat Menteri Imigrasi Australia Alan Tudge mengatakan tidak seorang pun harus menanggung hubungan yang penuh kekerasan, dan bahwa ada dukungan yang tersedia untuk beberapa pemegang visa.

"Ada ketentuan kekerasan keluarga dalam Peraturan Migrasi yang mengizinkan pemegang visa partner sementara di Australia memperoleh tempat tinggal permanen jika hubungan mereka putus dan mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh sponsor," kata Tudge.

"Dalam lima tahun terakhir, kami memberikan visa permanen kepada 2.450 korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) berdasarkan ketentuan ini. Korban kekerasan dalam rumah tangga yang memegang visa sementara tidak akan dibatalkan visanya," sambung dia.

"Departemen saya memiliki petugas yang terlatih dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga dan bekerja dekat dengan para korban untuk memberi mereka fleksibilitas visa dan menghubungkan mereka dengan lembaga pendukung yang sesuai," imbuh Tudge.

Marie Segrave, seorang profesor kriminologi di Monash University, telah mempelajari kasus beberapa perempuan pemegang visa sementara yang menderita selama pandemi.

"Hanya mereka yang memiliki visa partner yang tepat yang punya akses ke jaring pengaman itu. (Jadi), jaring pengaman itu hanya untuk perempuan-perempuan tertentu saja," kata Segrave.

"Ada dua kelompok: mereka yang memegang visa partner sementara, dan mereka yang tidak. Setiap orang yang tidak memiliki visa itu memiliki ketidakpastian total, karena (jika) mereka tidak memiliki visa [partner sementara], mereka tidak dapat mengakses layanan," imbuh Segrave.

"Ada sekitar separuh yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan dukungan. Hukum secara spesifik menolak mereka," tambah dia.

Akademisi dan Praktisi: Diperlukan perlindungan yang lebih luas

Segrave mengatakan orang-orang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, seperti Elly, menjadi lebih rentan karena status imigrasi mereka yang tidak aman.

"Mereka punya keterbatasan dalam hal keamanan dan dukungan yang dapat mereka akses karena jenis visa yang mereka miliki," kata Segrave.

"Jika komitmen kita adalah untuk mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga, untuk menciptakan keamanan, kita harus mewujudkannya. Kami tidak boleh membuat persyaratan yang menghalangi Anda memiliki visa yang tepat. Ini sebenarnya cukup sederhana dan bisa dicapai," lanjut Segrave.

Pengumuman Pemerintah Federal baru-baru ini yang mensyaratkan pemeriksaan karakter harus diungkapkan kepada calon pemegang visa partner yang masuk tidak menjamin keamanan para perempuan.

Beberapa advokat mengatakan perubahan itu akan membantu banyak pelamar, tetapi Segrave mengatakan langkah tersebut gagal untuk mengenali bahwa beberapa perempuan yang mencari visa partner tidak dapat menarik diri, bahkan dengan setelah mengetahui pasangan mereka memiliki catatan yang kasar.

"Peraturan ini menolak dan mengabaikan fakta bahwa orang mungkin sudah menikah, bahkan mungkin sudah memiliki anak," kata Segrave.

"Sangat menarik bahwa kita terus memulangkan semua keputusan kembali kepada para korban dan perempuan dalam situasi itu, untuk akhirnya memutuskan pergi meninggalkan Australia dan kita tahu sebenarnya situasi yang dihadapi jauh lebih kompleks," imbuhnya.

Penyelidikan parlemen federal tentang keluarga, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual sedang menyoroti masalah ini dan temuannya dapat menjadi panduan perubahan skema kebijakan di masa depan.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/25/130248270/seruan-agar-australia-melindungi-perempuan-korban-kdrt-pemegang-visa

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke