Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penderitaan Etnis Rohingya, "Disiksa dan Dibunuh" Jika Kabur dari Kamp

RAKHINE, KOMPAS.com - Para aktivis hak asasi manusia (HAM) telah membuat seruan terbaru baru kepada Myanmar untuk menutup kamp-kamp penahanan Rohingya.

Pasalnya mereka menganggap kondisi kamp tersebut masih “tidak dapat ditinggali” setelah didirikan sejak delapan tahun lalu.

Sekitar 130.000 Muslim Rohingya tinggal di 24 kamp di negara bagian Rakhine, Myanmar, sebagaimana dilansir dari Sky News, Kamis (8/10/2020).

Mereka tinggal di sana karena dipaksa keluar dari rumah mereka oleh Pemerintah Myanmar pada 2012.

Dalam laporan terbaru, Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa kamp-kamp tersebut dianggap sebagai “penjara terbuka".

HRW mengklaim bahwa etnis Rohingya akan disiksa dan dibunuh jika kedapatan berada di luar kamp tersebut.

Sementara itu, jika mereka tetap tinggal di dalam kamp, etnis Rohingya dihadapkan dengan kekurangan gizi, penyakit, kematian ibu dan anak, dan kebrutalan penjaga.

Dokumen setebal 169 halaman ini didasarkan pada 60 wawancara dengan Muslim Rohingya dan Muslim Kaman, serta 100 dokumen dari pemerintah, PBB, dan LSM.

Seorang pria Rohingya mengatakan kepada HRW bahwa kamp tersebut tidak bisa ditinggali lagi oleh mereka.

Sementara itu, seorang wanita Rohingnya yang diwawancarai mengatakan Pemerintah Myanmar sengaja membuat sistem tersebut permanen.

“Tidak ada yang akan berubah. Ini hanya bualan,” kata wanita tersebut dalam laporan yang diterbitkan HRW.

Pada 2017, Pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, berjanji untuk menutup kamp-kamp tersebut pada 2017. Namun janji tersebut urung terlaksana.

Pada 2019 mereka mengadopsi strategi yang mereka namakan Strategi Nasional Premukiman Kembali Orang-Orang yang Terlantar Secara Internal (IDP) dan Penutupan Kamp-kamp IDP.

Tapi sejak saat itu, belum ada tanda-tanda penutupan kamp-kamp Rohingnya.

Sebagai gantinya para petugas telah membangun bangunan permanen agar Rohingya tinggal di sana hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Selain jam malam yang ketat yang membatasi kebebasan bergerak, penduduk juga tidak diberi pendidikan dan perawatan kesehatan.

Lapora HRW juga menambahkan akses bantuan kemanusiaan dan persediaan makanan juga diblokir.

Beberapa warga Rohingnya mengatakan kehidupan mereka di kamp-kamp itu sama halnya sebagai seorang pesakitan.

"Kehidupan di kamp sangat menyakitkan. Tidak ada kesempatan untuk bergerak dengan bebas. Kami tidak memiliki apa pun yang disebut kebebasan,” kata seorang pria Rohingnya dalam laporan HRW.

Shayna Bauchner, penulis laporan tersebut, mengatakan Pemerintah Myanmar telah menahan 130.000 Rohingya dalam kondisi tidak manusiawi selama delapan tahun.

Mereka terputus dari rumah, tanah, dan mata pencaharian mereka dengan sedikit harapan bahwa keadaan akan kembali membaik.

"Klaim pemerintah bahwa mereka tidak melakukan kejahatan internasional yang paling parah akan menjadi hampa sampai mereka memotong kawat berduri dan memungkinkan Rohingya untuk kembali ke rumah mereka, dengan perlindungan hukum penuh,” tulis Bauchner.

Dia juga meminta badan-badan internasional dan pemerintah asing untuk mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai "apartheid" terhadap etnis Rohingya.

Ratusan ribu lebih Muslim Rohingya tinggal di kamp serupa di negara tetangga, Bangladesh.

Sementara yang lain melarikan diri dengan perahu ke negara-negara lain seperti Indonesia.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/08/173657870/penderitaan-etnis-rohingya-disiksa-dan-dibunuh-jika-kabur-dari-kamp

Terkini Lainnya

Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Global
Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Global
Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Global
Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Internasional
AS Tak Berencana Kirimkan Pelatih Militer ke Ukraina

AS Tak Berencana Kirimkan Pelatih Militer ke Ukraina

Global
WNI di Singapura Luncurkan 'MISI', Saling Dukung di Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesional

WNI di Singapura Luncurkan "MISI", Saling Dukung di Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesional

Global
Sebelum Tewas, Raisi Diproyeksikan Jadi Kandidat Utama Pemimpin Tertinggi Iran

Sebelum Tewas, Raisi Diproyeksikan Jadi Kandidat Utama Pemimpin Tertinggi Iran

Global
Biden Sebut Serangan Israel Bukan Genosida Saat Korban Tewas di Gaza Capai 35.562 Orang

Biden Sebut Serangan Israel Bukan Genosida Saat Korban Tewas di Gaza Capai 35.562 Orang

Global
Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Global
Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Global
Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Global
Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Global
Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Global
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke