KOMPAS.com - Berkunjung ke Yogyakarta belum lengkap rasanya bila tidak menyantap gudeg.
Salah satu warung gudeg legendaris yang kerap menjadi incaran wisatawan adalah Gudeg Yu Djum.
Asal-usul Gudeg Yu Djum dimulai sebelum 1950. Saat itu, Djuwariyah atau yang akrab disapa Yu Djum, rutin menjajakan gudeg miliknya dengan pikulan.
Perintis Gudeg Yu Djum tersebut berkeliling menjual gudegnya. Ia berangkat dari rumah, menuju alun-alun untuk menjajakan jualannya, berlanjut melewati Malioboro dan mendapati Kampung Widjilan sebagai tempat terakhirnya berjualan setiap hari.
Hendi Tri Utomo, cucu sekaligus penerus Gudeg Yu Djum saat ini bercerita, tidak terlalu lama neneknya berkeliling untuk menjual gudegnya.
Sebab para pelanggan yang sudah menjadi langganan gudeg tersebut, langsung menunggu Yu Djum di Kampung Widjilan.
"Akhirnya, nenek langsung naik becak ke Widjilan, jualan di situ, di pinggir jalan," kata Hendi.
Ramai pembeli, Yu Djum kemudian menyewa lapak kecil di Widjilan untuk menjajakan gudegnya, sebelum memiliki tempat permanen bernama warung makan Gudeg Yu Djum yang berdiri pada 1985.
"Habis itu bisa terbeli permanen tanahnya, kemudian anak-anak mulai dewasa dan akhirnya ikut terjun ke bisnis ini," ujar Hendi saat ditemui Kompas.com di Kampoeng Legenda 2022, Kamis (27/10/2022).
Baca juga:
Berdiri selama lebih dari 70 tahun, Gudeg Yu Djum tentu memiliki ciri khas yang membedakannya dengan warung makan lain. Salah satunya, jenis gudeg yang dijual.
Gudeg Yu Djum menawarkan gudeg kering yang lebih tahan lama dibandingkan dengan gudeg basah. Itu sebabnya, gudeg ini sering kali dijadikan oleh-oleh wisatawan yang datang ke Jogja.
Gudeg Yu Djum kering bisa disimpan maksimal dua minggu di freezer sehingga aman dijadikan stok makanan.
Jenis nangka yang digunakan untuk membuat gudeg kering adalah nangka kering yang diberasal dari Prembun, Jawa Tengah.
"Kandungan nangkanya itu lebih sedikit air, lebih bagus dibuat nangka kering. Makanya kami tidak bisa asal nanam nangka, hasilnya berbeda," ujar Hendi.