KOMPAS.com – Produk jamu dan tanaman obat Indonesia punya peluang ekspor besar, menurut Ketua Umum GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi Zarman, SE., MH.
Hal itu ia sampaikan dalam sesi webinar Jamu Modern Untuk Pasar Indonesia, Asia, Afrika, Timur Tengah & Eropa, Selasa (15/9/2020).
Baca juga: Jamu Bisa Diterima Pasar China, Asal Perhatikan 2 Faktor Ini...
Pasalnya, nilai penjualan produk herbal atau obat tradisional di Indonesia meningkat signifikan sejak 2017.
Rata-rata pertumbuhan jamu 9,8 persen per tahun pada 2017-2022, menurut data dari Euromonitor 2017.
“Tahun 2017 sudah Rp 10,6 triliun. Perkiraan di 2020 ini sekitar Rp 12 triliun dan 2022 Rp 13,2 triliun. Pertumbuhannya 9,8 persen per tahun padahal untuk tahun 2017-2018 bisa tumbuh 5 persen saja sudah alhamdulilah,” kata Ranny.
“Itu artinya peluang jamu sangat besar dengan adanya Covid ini. Bahwa masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Walau pun kami memang masih butuh bantuan untuk promosi” sambung dia.
Sementara untuk peluang ekspor produk jamu dan tanaman tradisional ke luar negeri perbandingannya terus membaik. Data tersebut berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perindustrian yang dijabarkan oleh Ranny.
Pada 2015, tingkat impor produk jamu dan tanaman tradisional lebih tinggi daripada untuk ekspor.
“Sekarang setelah 2019, kita hampir mulai seimbang (perbandingan grafik impor dan ekspor). Kenapa bisa terjadi? Karena kita terus menggencarkan pemakaian produk bahan baku dalam negeri,” papar Ranny.
Indonesia, kata Renny, sayangnya banyak mengekspor bahan baku alias tanaman obat yang belum diolah menjadi produk siap konsumsi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.