Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ngelawar Saat Galungan, Tradisi Sarat Kebersamaan Masyarakat Bali

Kompas.com - 15/09/2020, 19:39 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

 

Bumbu dan darah pada lawar

Lawar yang terbuat dari campuran daging dan sayuran ini tak hanya dibumbui secara biasa tapi harus diberi bumbu khas Bali.

“Pakai kencur, bawang putih, bawang merah, isen, jahe, serai, cabai, dan merica. Segala yang ada itu dipakai dan dicampur. Segala bumbu jadi satu,” terang Pitana.

Selain jadi elemen yang wajib ada di setiap upacara keagamaan, lawar juga bisa dengan mudah ditemukan dalam pura dan rumah masyarat Bali. Juga di acara-acara semacam pernikahan, potong gigi, upacara kematian, dan lainnya.

Ciri khas dari lawar, kata Pitana, salah satunya adalah penggunaan darah mentah dari daging hewan yang dijadikan sebagai bahan dasar lawar.

Misalnya, jika daging yang digunakan dalam lawar adalah daging babi maka darah yang digunakan adalah darah babi. Hal serupa berlaku jika lawar dibuat dari daging ayam atau daging hewan lainnya.

“Biasanya darah akan direbus terlebih dahulu. Tapi tentu tidak bagus bagi kesehatan makanya belakangan ini sudah tidak pakai darah seperti itu,” ujar Pitana.

Baca juga: Resep Tum Ayam, Hidangan Pepes Khas Galungan

Walau begitu, ada sebagian masyarakat Bali yang menggunakan darah dalam lawar mereka. Alasannya, menurut Pitana, adalah demi menjaga keaslian lawar.

Jika beberapa masyarakat Bali sudah ngelawar, selanjutnya mereka pasti akan berpesta dan bersenang-senang. Tradisi tersebut sudah sangat melekat pada orang Bali dan tidak dapat dilepaskan.

Tradisi megibung

Selain ngelawar, di beberapa daerah Bali seperti Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli, ada juga tradisi memakan lawar dengan cara unik bernama megibung.

Megibung adalah cara memakan suatu makanan bersama-sama dengan menggunakan satu piring besar. Pirin besar ini pun tak sembarangan, biasanya terbuat dari anyaman bambu dan beralaskan daun pisang.

Selain lawar, dalam piring besar tersebut juga terdapat aneka daging, sate, sayur, dan nasi putih. Hidangan tersebut biasanya bisa dimakan oleh lima orang.

“Kita mengelilingi piring anyaman bambu itu dengan makan makanan yang sama. Kita makan bareng-bareng pakai tangan. Siapa pun mereka, entah itu elit atau petani, pokoknya mereka duduk bersama dan makan bersama. Itulah orang Bali,” papar Pitana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com