Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ngelawar Saat Galungan, Tradisi Sarat Kebersamaan Masyarakat Bali

Kompas.com - 15/09/2020, 19:39 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Tradisi ngelawar erat dengan berbagai perayaan masyarakat Bali yang melibatkan berkumpul bersama teman dan keluarga, termasuk salah satunya adalah perayaan Galungan.

Lawar adalah makanan khas Bali yang biasanya berupa campuran sayuran dan daging cincang berbagai jenis yang direbus lalu dicampur dengan bumbu gede atau bumbu lengkap.

Baca juga: Sama-sama dari Bali, Apa Bedanya Base Genep dan Base Rajang?

Di Bali ada tradisi membuat lawar dan memakannya bersama-sama yang disebut juga ngelawar. Tradisi ini punya makna cukup dalam.

“(Tradisi lawar) nilainya sangat tinggi dan mengakrabkan. Sebenarnya, saat kumpul bisa tidak usah lawar dan beli makanan cepat saji, tapi nilainya bagi kami beda,” kata Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (14/2/2020).

Baca juga: Resep Lawar Ayam, Hidangan Khas Pelengkap Nasi Bali

Makna ngelawar sendiri lebih dalam dari sekadar berkumpul bersama teman dan keluarga, Pitana mengatakan lawar juga bermakna kedekatan, kebersamaan, dan kesetaraan antar-manusia yang berpartisipasi dalam lawar.

Ilustrasi lawar merah. SHUTTERSTOCK/PURMOON Ilustrasi lawar merah.

Tradisi ngelawar ada sejak zaman kerajaan Bali

Ngelawar ini berkembang sejak zaman kerjaan Bali. Biasanya ngelawar ini berkembang secara merata di sekitar kerajaan, karena raja Bali senang sekali menikmati lawar,” kata Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana ketika dihubungi Kompas.com, Senin (17/2/2020).

Selain terbuat dari sayuran dan daging serta kulit hewan yang direbus dan diberi bumbu gede, lawar juga biasanya disertai dengan aneka sate, balung, dan daging lainnya.

Lawar dalam tradisi Bali biasa dilakukan ketika upacara Panca Yadnya sebagai persembahan dan juga untuk dimakan.

Untuk persembahan, peletakan lawar tak bisa sembarangan. Lawar harus diletakkan sesuai arah mata angin.

Lawar putih diletakkan di arah timur untuk Dewa Iswara. Lawar merah ada di arah selatan untuk Dewa Brahma. Sementara lawar kuning diletakkan di arah berat untuk Dewa Mahadewa.

Baca juga: Hari Raya Galungan: Upacara, Tradisi dan Resep Makanan

“Kemudian lawar hitam atau jejeruk diletakkan di arah barat, Dewa Mahadewa. Lawar juga diletakkan di tengah dengan lima warna campuran, Dewa Siwa,” jelas Sudiana.

Seluruh rangkaian ngelawar ini, kata Sudiana, termuat dalam lontar dharma caruban. Biasanya tradisi ini akan dipimpin oleh seorang ahli masak Bali. Ahli masak ini harus pintar dan ahli dalam mengolah bumbu makanan.

Lawar, makanan khas BaliShutterstock.com Lawar, makanan khas Bali

Warna-warna lawar yang merepresentasikan lima dewa berbeda juga ternyata ada maknanya tersendiri.

Warna putih untuk lambang kesucian, merah lambang keberanian, kuning lambang kebijaksanaan, hitam lambang kasih sayang, dan warna campuran merepresentasikan persatuan atau terpusatkan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com