Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Bubur Merah Putih dalam Tradisi Masyarakat Jawa

KOMPAS.com - Masyarakat Jawa umumnya merayakan Tahun Baru Islam dengan beberapa sajian, salah satunya bubur merah putih.

Menurut sejarawan Heri Priyatmoko, bubur merah putih sudah ada sejak era Hindu, bahkan sebelum masa Serat Centhini.

Dalam perayaan Tahu Baru Islam, masyarakat Jawa menyajikan bubur merah putih sebagai sesaji.

“Sesaji itu sarana untuk memohon keselamatan, kelancaran, dan hal-hal penangkal bala kepada Gusti Allah atau Tuhan. Jadi tidak bisa dimaknai sebagai klenik,” tutur Heri  dikutip dari berita Kompas.com yang tayang Kamis (20/8/2020).

“Jadi mereka percaya pada Tuhan tapi dengan cara itu tadi, menyajikan aneka sesaji. Salah satunya bubur merah putih,” lanjutnya.

Bubur atau disebut juga jenang dalam Bahasa Jawa dianggap sebagai makanan yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia yang paling awal.

Sebab, bubur merupakan makanan pertama yang dikonsumsi oleh manusia setelah menyantap ASI.

Bahkan, catatan tentang cara mengolah bubur atau jenang juga sudah ada pada prasasti sejak era Hindu.

Bubur merah putih memiliki makna tersendiri. Menurut Heri, warna merah pada bubur merah putih merupakan simbol indung telur.

Sementara warna putih pada bubur merah putih adalah simbol dari sperma.

Warna bubur merah putih menjadi representasi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan. Selain itu, bubur merah putih juga bisa diartikan sebagai simbol kehidupan baru.

Memasak bubur merah putih tidak sembarangan. Ada beberapa ritual khusus yang harus dilakukan saat membuat bubur merah putih.

Salah satu aturan yang harus diikuti saat membuat bubur merah putih adalah pembuat bubur merah putih tidak boleh dalam keadaan datang bulan.

“Ini mitosnya ya. Tapi kemudian fakta di balik itu adalah masalah kebersihan. Faktanya biar bisa fokus memasak dan kebersihannya terjaga,” jelas Heri.

Dalam penyajiannya bubur merah putih dihidangkan bersama beberapa pendamping sajen lain, seperti rokok kretek, uang koin, dan ayam ingkung.

Semua pendamping tersebut disebut juga sebagai pengantar doa.

Bubur merah putih dan beberapa pendampingnya diletakkan dalam takir yang merupakan wadah yang terbuat dari daun pisang.

 

https://www.kompas.com/food/read/2021/08/09/170300475/sejarah-bubur-merah-putih-dalam-tradisi-masyarakat-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke