Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Bukan Hanya Tulang Punggung Keluarga, Ayah Berperan Besar Mengasuh Anak di Rumah

Kompas.com - 12/11/2023, 08:30 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Mengutip studi penelitian oleh Zhao et al (2021), ketika ibu bekerja, mereka tidak hanya menanggung beban kerja, tetapi juga beban rumah tangga. Hal ini justru membuat perempuan memikul beban ganda.

Oleh karena itu, Assila memotret dilema seorang ayah muda dari kelas menengah ke bawah yang sibuk menjadi tulang punggung keluarga, tetapi berharap tidak kehilangan momen tumbuh kembang anaknya.

“Namun, kemudian muncul pertanyaan, apakah mungkin di tengah kesibukan dan peran sebagai tulang punggung keluarga, seorang ayah dapat terlibat dalam pengasuhan?” ucapnya.

Baca juga: Budaya Patriarki Bikin Peran Pengasuhan Anak Makin Sulit

Assila mencontohkan, Andi sebagai pegawai honorer memiliki penghasilan sesuai upah minimum regional (UMR) Provinsi Jabar. Di tengah kondisinya ini, Andi memiliki tanggung jawab untuk menghidupi istri dan dua anaknya.

Tak hanya itu, Andi juga memiliki cicilan rumah, cicilan motor, serta tanggungan mertua dan orangtua. Berbagai kebutuhan ini memaksa Andi untuk bekerja lebih keras. Akhirnya, dia menjalani tiga kerja sampingan, yaitu buruh serabutan, pengantar paket, hingga tukang kebun di rumah mertua.

Jika dihitung, keseluruhan total jam kerja Andi mencapai 18 jam per hari. Bahkan, Andi sempat melempar guyonan, “kalau bisa satu hari lebih dari 24 jam”. Guyonan tapi serius ini dimaksudkan Andi agar kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi dan sekaligus bisa beristirahat.

Di balik kerja keras tersebut, anak batita Andi, Sarah, bertanya dengan polos, "Ayah kapan main dengan Sarah?"

Mendengar pertanyaan polos itu, Andi merasa dilema. Setiap bekerja selama 18 jam sehari, dia dihantui rasa bersalah.

Baca juga: Peringati Hari Ibu, Ganjar Ajak Bapak-bapak Turun Tangan dalam Pekerjaan Domestik dan Pengasuhan Anak

Mungkin stereotipe peran ayah sebagai tulang punggung keluarga tidak membuat Andi berkeluh kesah dalam mengerjakan empat pekerjaan sekaligus, tapi perasaan bersalah karena tidak memiliki waktu untuk bermain bersama anak yang menjadi persoalan.

“Ada kontradiksi yang menjadi plot twist ayah bekerja demi anak tetapi mengorbankan relasi ayah dan anak itu sendiri. Perasaan bersalah Andi sebagai ayah bekerja sepantasnya mendapat bantuan dan solusi demi kepentingan ayah dan anak,” ucap Assila.

Ia mengungkapkan, Andi juga menyadari bahwa dirinya tidak dapat meluangkan waktu berkualitas bersama Sarah. Padahal, tiga tahun dianggap sebagai usia emas anak yang hanya datang sekali saja. Usia ini juga dianggap waktu prima bagi anak untuk menerima berbagai macam stimulasi.

Ditambah lagi, Sarah sendiri mengutarakan suaranya untuk bermain dengan sang ayah. Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai suara anak serta hak partisipasi anak.

Baca juga: Psikolog UGM: Ini 5 Macam Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

Pentingnya PAUD di Indonesia

Pada kesempatan tersebut, Assila menjelaskan, stimulasi maksimal di usia emas adalah ide pokok penyelenggaraan PAUD berkualitas.

Ide masif tentang pentingnya PAUD, kata dia, sudah lama hadir di Indonesia.

“Menurut (Adriany, 2022) sejalan dengan deklarasi Education for all di Dakar, PAUD di Indonesia mulai mendapatkan perhatian nasional sejak 1990,” ucap Assila.

Komitmen internasional terkini, lanjutnya, lahir dari negara-negara di Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) yang berkomitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 4.2 untuk membuka akses prasekolah seluas-luasnya bagi anak laki-laki dan perempuan.

Oleh karenanya, pemerintah pun membuat kebijakan wajib belajar 12 tahun untuk anak-anak sekolah, termasuk satu tahun wajib prasekolah atau PAUD. Kebijakan ini tertuang dalam RPJMN 2020-2024.

Baca juga: 7 Cara Pengasuhan Anak yang Dilakukan Orangtua Sebelum Ada Internet

“Sayangnya, perhatian nasional dan global terhadap PAUD tidak berbanding lurus dengan terbukanya akses PAUD yang berkualitas bagi semua anak, termasuk anak dari latar belakang sosial dan ekonomi lemah seperti Sarah,” ujar Assila.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com