PERGURUAN tinggi kembali mendapatkan sorotan tajam karena kasus perselingkuhan. Belum lama setelah tersibaknya pelbagai kasus kekerasan seksual di dunia perguruan tinggi, kali ini dunia pendidikan tinggi dihebohkan peristiwa salah seorang dosen yang selingkuh dengan mahasiswa.
Nahasnya, peristiwa ini justru terjadi di lingkungan perguruan tinggi keagamaan di Lampung.
Terungkapnya kasus perselingkuhan dosen dan mahasiswa di Lampung tersebut hanya puncak gunung es.
Menggunakan telaahan model iceberg theory, peristiwa tersebut memiliki banyak lapisan yang melatarbelakanginya. Kita tidak bisa berkomentar banyak karena tidak tahu detail mendalam kasus tersebut.
Namun, kasus tersebut merupakan starting point untuk menelaah pola relasi dosen dan mahasiswa.
Saya hanya akan menarasikan soal relasi seksual antara dosen dan mahasiswa yang didasarkan pada consent (persetujuan), bukan soal kekerasan seksual.
Tingginya angka kekerasan seksual di kampus merupakan masalah lain yang tidak kalah kompleksnya. Menurut Komnas Perempuan, perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan pada periode 2015-2021.
Komnas Perempuan menilai bahwa kekerasan seksual yang terjadi di kampus disebabkan relasi kuasa yang terbangun antara dosen dan mahasiswa.
Relasi kuasa merupakan teori yang ajek untuk digunakan dalam melihat peristiwa seksual di kampus. Relasi kuasa memiliki kebenaran argumennya tersendiri, namun relasi kuasa bukan satu-satunya faktor.
Relasi kuasa memang lebih tepat digunakan untuk menyoroti persoalan kekerasan seksual, tapi bukan aktivitas seksual yang terjadi akibat persetujuan alamiah.
Relasi dosen dan mahasiswa merupakan relasi yang kompleks dan cenderung berpeluang dieksploitasi untuk bermacam kebutuhan, termasuk seksualitas.
Intimnya hubungan dosen dan mahasiswa merupakan efek dari paradigma kebebasan yang dianut oleh perguruan tinggi.
Walaupun kebebasan akademik sedang mendapat tantangan berat dari politik kekuasaan, tapi itulah mantra saktinya dunia perguruan tinggi.
Peristiwa di Lampung merupakan tamparan tak terhitung yang dihadapi oleh perguruan tinggi. Kebijakan-kebijakan yang mengatur relasi dosen dan mahasiswa telah dirumuskan, namun sampai sekarang persoalan tersebut masih tetap ada.
Kebijakan acapkali memiliki ruang kosong yang bisa dijadikan celah untuk berperilaku binal. Belum lagi kebijakan tersebut kadang tidak aplikatif sehingga hanya menambah tumpukan aturan perguruan tinggi.