Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unair Beri Saran Ini agar Antraks Tidak Terulang

Kompas.com - 07/07/2023, 18:23 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kejadian antraks di Gunungkidul baru-baru ini memunculkan keprihatinan banyak pihak.

Termasuk bagi Pakar Kedokteran Hewan asal Unair, Dr. Nusdianto Triakoso.

Baca juga: 4 Jurusan Kuliah Ini Punya Peluang Kerja Tinggi di Luar Negeri

Dia mengaku, penyakit antraks penyebabnya adalah bakteri Bacillus anthracis.

Bakteri ini bisa berubah menjadi bentuk spora bila bertemu dengan udara dan akan mempunyai ketahanan yang sangat kuat bertahan di lingkungan atau tanah hingga berpuluh tahun.

Resistensi ini menyebabkan kawasan yang telah terdeteksi antraks perlu adanya pengawasan.

Sebab, terdapat peluang terjadinya antraks yang lebih tinggi karena ternak terinfeksi dari pakan yang tercemar spora antraks di tanah.

Dia menyarankan pemerintah dan dinas terkait untuk dapat melacak dan menangani sumber penularan hewan ternak yang terdeteksi antraks.

Setelahnya, dinas peternakan dan kesehatan dapat memberikan edukasi utamanya pada tradisi mbrandu ataupun gejala dan penyembuhan penyakit antraks pada hewan maupun manusia.

Harus mengingatkan para peternak untuk segera melaporkan seluruh hewan ternak yang mati tiba-tiba.

Lalu tidak boleh membuka atau membelah ternak yang mati tiba-tiba di daerah endemik antraks.

"Bangkai ternak yang teridentifikasi antraks harus diburan minimal kedalaman dua meter dan ditaburi kapur. Harapannya agar bakteri tersebut mati dan tidak muncul ke permukaan tanah dan berpotensi menularkan ke hewan dan atau manusia," ucap dia melansir laman Unair, Jumat (7/7/2023).

Masyarakat, kata dia, harus menghindari kawasan yang terdeteksi spora antraks. Agar spora antraks tidak mencemari pakan yang hewan ternak konsumsi.

Sebagai langkah pencegahan di daerah endemis, sambung dia, masyarakat harus menganggap semua ternak yang mati tanpa sebab sebagai penderita antraks.

Meski tidak terdapat tes secara laboratorium,dan harus melakukan penguburan dalam-dalam.

Baca juga: Tak Lolos PPDB 2023? Ini 10 SMA Swasta Terbaik di Jakarta

"Tidak boleh membuka atau membelah hewan meski untuk tujuan tes laboratorium. Bisa melakukan tes laboratorium dari sampel darah yang keluar dari lubang-lubang alami tubuh," ujar dia.

Selain mencegah terinfeksinya hewan ternak, peternak juga sebaiknya meningkatkan kekebalan dengan cara melakukan vaksinasi antraks.

Dengan vaksin tersebut, ternak bisa kebal meskipun sewaktu-waktu memakan pakan yang tercemar spora bakteri antraks.

Peternak juga harus sigap melapor kepada petugas bila menemukan ternak yang terlihat sakit.

"Agar bisa segera di diagnosa. Karena bila tidak terlalu parah masih bisa diberikan antibakteri agar sembuh," jelas dia.

Kebiasaan mbrandu

Menyoal tradisi mbrandu atau membeli dan memakan ternak mati demi meminimalkan risiko keuangan yang terjadi.

Dia menyebutkan bahwa hal tersebut sebagai kebiasaan yang umum ada.

"Kalau di tempat lain biasa disebut dengan dipurak atau pemotongan dan pembagian daging hewan ternak yang hampir atau sudah mati," tutur dia.

Baca juga: 25 PTN dengan Status Akreditasi Unggul dari BAN-PT

"Tidak semua ternak yang sakit itu positif antraks. Tapi kebiasaan makan ternak mati atau sakit itu buruk. Sebaiknya ada edukasi dari berbagai sudut pandang, baik sisi ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga, hewan yang sakit atau sudah mau mati, bahkan sudah dikubur, tidak dipotong, disembelih, dan dikonsumsi," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com