Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Akreditasi dan Masalah Keuangan Kampus di Daerah

Kompas.com - 07/03/2023, 16:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pasalnya, pemenuhan kedua standar mutu ini mengandaikan ketersediaan dana yang nilainya tak kecil.

Kampus di daerah dikungkung masalah dana

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, sampai akhir 2021 terdapat 4.593 PT di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 1.489 PT berada di Pulau Jawa, l. 787 PT di Pulau Sumatera, 173 di Pulau Bali dan Nusa Tenggara, sisanya di pulau-pulai lain.

Pertanyaannya, mengapa PT (kampus) di daerah terkungkung oleh ketersediaan dana yang minim? Jawaban jujurnya karena kampus di daerah mengandalkan pendapatannya hanya pada uang kuliah yang dihimpun dari para mahasiswa.

Terkait uang kuliah, kampus-kampus daerah selalu berada dalam posisi serba sulit. Pertama, karena jumlah mahasiswanya minim.

Sebagai gambaran, jumlah mahasiswa di seluruh Indonesia mencapai 7,6 juta orang. Apabila ditambah dengan mahasiswa PT di bawah Kementerian Agama yang berjumlah sekitar 1,1 juta orang, maka totalnya menjadi 8.7 juta.

Dari jumlah tersebut, terdapat 5,5 juta orang berada di delapan provinsi, yaitu Banten (1,4 juta orang), Jawa Timur (863.449 orang), Jawa Barat (826.727 orang), DKI Jakarta (698.268 orang), Jawa Tengah (601.618 orang).

Kemudian DI Yogyakarta (389.699 orang), Sumatera Utara (372.423 orang) dan Sulawesi Selatan (337.759 orang).

Sedangkan 28 provinsi lainnya, hanya memiliki sekitar 2,1 juta orang mahasiswa, berkisar dari 12.700 (Kalimantan Utara) hingga 177.767 orang (Sumatera Barat).

Kedua, perihal biaya kuliah. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa biaya kuliah terendah di kampus Indonesia sekitar Rp 2 juta/semester, tertinggi di atas Rp 20 juta.

Meski demikian, tak mudah bagi kampus di daerah untuk mematok biaya kuliah berbasis anggaran biaya pendidikan.

Pasalnya, kampus di daerah dikitari oleh orang tua/wali mahasiswa dengan kemampuan finansial yang rendah. Selain itu, penampilan fisik kampusnya tak cukup punya nilai jual tinggi.

Sementara itu, pihak yayasan sebagai penyelenggara kampus umumnya tak memiliki sumber pendanaan alternatif. Mereka tak bisa membuka unit-unit usaha karena iklim usaha di daerah yang belum kondusif.

Ironisnya, saat melakukan pengajuan ijin pendirian PT dan pembukaan PS ke Kemendikbudristek, pihak yayasan selaku badan penyelenggara PT mengklaim dirinya ‘sangat siap’ untuk membiayai operasi PT dan PS hingga lima tahun ke depan.

Namun, saat hendak diakreditasi, PT dan PS kebingungan, karena tak berdaya memenuhi banyak standar mutu yang telah ditentukan.

Dampaknya merembet ke mana-mana

Minimnya kekuatan dana kampus selalu berdampak ke mana-mana. Ia tak dapat menyediakan sarpras yang baik, tak dapat merekrut tenaga dosen bermutu, tak dapat membentuk dan membiayai Lembaga Penjaminan Mutu Internal yang bertugas menyusun dokumen SPMI, mengasesmen dan meningkatkan standar-standar mutu.

Ia juga tak dapat melaksanakan Tridharma PT, yaitu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara bermutu.

Ujung-ujungnya, kampus juga tak bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang dapat diandalkan.

Memiliki lulusan dengan kompetensi yang rendah akan membuat kampus kesulitan merekrut mahasiswa baru dalam jumlah memadai.

Apabila jumlah mahasiwa baru tak banyak, maka pendapatan kampus tak akan banyak juga. Begitu yang terjadi, semacam ‘lingkaran setan’ yang tak ada ujung atau jalan keluarnya.

‘Lingkaran setan’ tersebut menjadi momok yang menyeramkan, bagi seluruh sivitas akademika, terutama para pejabat struktural PT dan PS, serta para dosen tetapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com