Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Akreditasi dan Masalah Keuangan Kampus di Daerah

Kompas.com - 07/03/2023, 16:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pasalnya, dalam kenyataanya mereka tak leluasa untuk melaksana Tridharma PT, yaitu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara bermutu.

Dalam konteks akreditasi, kampus dengan jumlah mahasiswa yang kecil, kekuatan dana yang minim, sarpras yang tak memadai, SDM yang tak cukup kuat, dan aktivitas Tridarma PT yang tak berjalan secara semestinya, adalah momok .

Momok itu semakin menyeramkan ketika kampus melakukan persiapan akreditasi (mengisi dokumen instrumen akreditasi).

Jalan pintas yang biasa diambil adalah ‘merekayasa’ data; memoles atau mempercantik data yang buruk muka, dan membuat data yang tiada menjadi ada.

Dengan demikian, kampus menjadi lembaga yang kehilangan jati dirinya. Kampus yang sejatinya adalah tempat menggali ilmu pengetahuan dan membangun karakter kejujuran dan integritas diri, berubah rupa menjadi ajang berbohong dan mengarang.

Yang memprihatinkan, tak jarang berbohong dan mengarang ‘dibantu’ oleh oknum-oknum dari dunia pendidikan yang menyebut dirinya, konsultan pendidikan.

Dan, kampus yang ‘miskin’ itu harus mengalokasikan dana yang tak kecil nilainya untuk membiayai kegiatan ‘berbohong dan mengarang’ tersebut.

Bagaimana jalan keluarnya?

Oleh karena akar persoalannya adalah keterbatasan sumber dana, maka solusi yang diambil harus dari perspektif keuangan.

Dalam perspektif tersebut, pemerintah perlu mengkaji kembali kebijakan terkait ijin pendidikan PT dan pembukaan PS baru. Artinya, ketersediaan dana menjadi kriteria mutlak pendirian PT dan pembukaan PS baru.

Tim asesor perizinan harus memastikan bahwa pihak pengaju pendirian PT dan PS benar-benar memiliki dana riil, bukan bukti rekening yang bisa disiasti isinya.

Dalam perspektif anggaran pendidikan, pemerintah melalui Kemendibudristek perlu segera menerapkan kebijakan perampingan jumlah PT, entah melalui cara merger ataupun menutup PT dan PS yang nyata-nyata tak berdaya membiayai kegiatan operasionalnya dengan standar mutu minimal.

Pemerintah juga perlu menetapkan target waktu yang pasti dalam upaya pembinaan terhadap kampus-kampus bermasalah, terutama masalah finansial.

Langkah tersebut diperlukan agar kampus tidak terus berharap mendapatkan bantuan dana dari pemerintah, lalu tak berusaha sama sekali untuk mencari sumber pendapatan alternatif.

Langkah lain yang perlu dikembangkan oleh Kemendikbud adalah mengadakan sosialisasi secara massif kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk tidak berambisi mendirikan kampus PT kalau tak memiliki dana yang memadai.

Sebaliknya, Kemendikbudristek hendaknya tak lagi membuka ‘jendela’ bagi para politisi dan tokoh-tokoh masyarakat dari daerah melobi demi mulusnya proses perijinan pendirian PT dan pembukaan PS baru.

Sebab, proses perijinan PT dan pembukaan PS yang sekarang disebut sebagai ‘akreditasi pertama’ tak jarang menjadi ajang rekayasa data dan informasi dengan target mengantongi SK Pendirian PT dan Pembukaan PS baru.

Bukan hal mustahil kelompok ini beriktiar menjadikan kampus sebagai arena berbisnis demi meraup profit, bukan untuk memajukan pendidikan atau penyiapan generasi muda Indonesia yang berkualitas. Hal ini pun harus kita cegah!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com