Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Perangi Sampah Makanan, Prasmul Gandeng Sejumlah Kampus Bentuk Konsorsium In2Food

Kompas.com - 16/09/2022, 09:00 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Konsep itu bernama “Ibu Foodies” yang diusung Ni Putu Mas Swandewi dari Program Studi (Prodi) Software Engineering.

Swandewi atau yang akrab disapa Swan ini mengatakan, konsep usulannya itu bertujuan sebagai alat bantu pencegahan munculnya sampah makanan di tingkat rumah tangga.

“Aplikasi ini bisa membantu para ibu untuk mencatat dan merencanakan belanja mereka. Di dalamnya terdapat teknologi artificial intelligence (AI) yang berguna untuk memindai aneka jenis sayur yang dibeli pengguna,” jelasnya.

Baca juga: Labu Siam Termasuk Buah atau Sayur?

Nantinya, lanjut Swan, aplikasi dapat menentukan usia sayur tersebut, sehingga pengguna tidak akan membiarkan bahan makanannya membusuk dan menjadi sampah.

Pada acara FWTF, jelas dia, konsep itu kemudian berkembang menjadi lebih luas. Di sana, bersama anggota tim dari universitas lain, Ibu Foodies berkembang menjadi sebuah platform edukasi sosial.

“Semangatnya masih sama, yakni mencegah timbulnya sampah makanan. Namun, lewat platform ini kami merancang program edukasi bagi para ibu-ibu untuk mengenal lebih jauh bahan makanan yang biasa mereka beli,” ucap Swan.

Lewat program edukasi “Turn That Veggie Waste Into Delicious Taste” ini, Swan mengungkapkan, para peserta diajak untuk memanfaatkan sisa sayuran.

Utamanya, sisa sayuran yang biasa terbuang untuk diolah kembali menjadi makanan lezat dan bernutrisi, atau ditanam kembali sehingga dapat tumbuh dan menghasilkan.

“Kami spesifik memilih segmen ibu-ibu, karena kami menganggap mereka punya kekuatan untuk jadi agen perubahan. Khususnya, jika menyasar food waste dalam skala rumah tangga,” ujar Swan.

ia berharap, dapat mencapai sebuah perubahan besar dari banyaknya jumlah para ibu yang mendapat edukasi soal manajemen sampah makanan.

Baca juga: Sampah Makanan Indonesia Tembus 16,3 Juta Ton Per Tahun, Ini Kata Pakar UGM

Untuk tahap awal, Swan dan kawan-kawannya menjalankan program edukasi dengan menggandeng Komunitas Ibu Pembelajar Indonesia dengan anggota sudah mencapai ribuan di berbagai daerah.

Menurutnya, anggota komunitas itu pun terbilang cukup melek dengan teknologi dan memiliki keinginan belajar yang cukup tinggi.

Lewat komunitas tersebut, Swan berharap, pemahaman soal manajemen sampah makanan bisa menyebar luas.

“Kami juga sudah merancang purwarupa situs Internet yang di dalamnya berisi aneka informasi, edukasi. Serta yang terpenting, resep-resep makanan dari bahan-bahan pangan yang selama ini kerap terbuang, seperti misalnya kulit pisang,” jelasnya.

Baca juga: Manfaat Tepung Kulit Pisang, Salah Satunya Melawan Kanker

Konsep lainnya dari mahasiswa Prasmul

Mahasiswa Prasmul, Ethelind sebagai salah satu pembicara dalam International Student Conference.DOK. Humas Universitas Prasetiya Mulya Mahasiswa Prasmul, Ethelind sebagai salah satu pembicara dalam International Student Conference.

Sementara itu, mahasiswa Prasmul lainnya dari Program Studi Business Economics, Ethelind B Santoso bersama tim menghadirkan konsep “No Action Too Small”.

Konsep tersebut disebut hampir mirip dengan program edukasi yang diusung Swandewi.

Bedanya, Ethelind dan kawan-kawan menyasar para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima (PKL) penjual makanan sebagai target edukasi mengenai manajemen sampah makanan.

Ethelind dan tim juga menyampaikan edukasi berupa informasi mengenai perlunya mengelola sampah makanan, berbagai resep makanan dari bahan organik yang kerap terbuang.

Adapun resep tersebut, seperti perkedel tanpa sisa yang mengandung cincangan daun wortel, kulit kentang, dan irisan bonggol seledri.

Selain itu, bagian dari edukasi tersebut juga memperkenalkan cara menumbuhkan kembali beberapa jenis sayuran tertentu, seperti daun bawang dari bonggolnya yang gundul.

Baca juga: Simak, Ini Cara Menanam Daun Bawang di Rumah

“Selain rumah tangga, penjual makanan juga menjadi kontributor sampah sisa makanan terbesar di Indonesia. Melalui program ini kami berharap dapat memberikan informasi dan mengajak mereka untuk mengubah perilaku dalam menangani sampah makanan,” ucap Ethelind.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com