Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perangi Sampah Makanan, Prasmul Gandeng Sejumlah Kampus Bentuk Konsorsium In2Food

KOMPAS. com – Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) menggandeng sejumlah kampus di dalam dan luar negeri untuk berkolaborasi membentuk konsorsium proyek bernama In2Food.

Adapun anggota In2Food konsorsium pada 2022 terdiri dari Universitas Prasmul, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Universitas Bina Nusantara (Binus University), Universitas Pembangunan Jaya (UPJ), Universitas Ma Chung, Ghent University, Tampere University, dan Hotelschool The Hague.

Direktur Riset dan Inovasi Universitas Prasmul Stevanus Wisnu Wijaya mengatakan, konsorsium tersebut menjadi wadah untuk mengembangkan kolaborasi, inisiatif, dan ide dari berbagai disiplin ilmu guna menciptakan aneka solusi bagi masalah sampah makanan.

“Sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan akhir merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan. Sebab, sampah tersebut menghasilkan bau dan gas metana yang dapat merusak lapisan ozon,” ujar Wisnu dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (15/9/2022).

Untuk diketahui, sampah makanan kini menjadi masalah dunia karena memicu problem atau masalah besar yang mengkhawatirkan.

Pasalnya, sampah makanan bertanggung jawab atas 10 persen emisi gas rumah kaca (GRK) yang membahayakan bumi. Sampah jenis ini merupakan penyumbang signifikan terhadap krisis iklim.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sendiri memperkirakan, emisi dari sampah makanan mencapai 1.702,9 metrik ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e). Jumlah ini setara dengan 7,29 persen emisi gas rumah kaca Indonesia.

Oleh karenanya, kata Wisnu, pihaknya menggelar rangkaian acara konsorsium In2Food untuk menjaring berbagai ide dan inisiatif manajemen sampah makanan.

Acara yang digelar di Bali pada Agustus 2022 itu diikuti pula oleh puluhan peserta dari universitas anggota konsorsium.

“Konsorsium In2Food merupakan proyek kolaborasi antardisiplin ilmu dari sejumlah kampus yang didanai oleh Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa sejak 2021. Sejak 2021, kami telah menggelar berbagai seminar dan penelitian terkait masalah sampah makanan,” kata Wisnu di Jakarta, Senin (12/9/2022).

Pada 2022, lanjut dia, kegiatan yang diadakan In2Food banyak melibatkan mahasiswa.

Adapun mahasiswa tersebut, seperti International Student Conference, International Summer School, termasuk mahasiswa yang mendapatkan beasiswa penuh dari Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa.

Dalam konsorsium itu, kata Wisnu, setiap kampus datang dengan keunggulan masing-masing. Misalnya, Universitas Prasmul mengunggulkan bidang teknologi digital.

Secara internal, sebut dia, Prasmul sejak 2019 telah memperbarui sejumlah mata kuliah di kampus dengan memasukkan sudut pandang food waste management atau pengelolaan limbah makanan.

“Sehingga kurikulum kami align atau meluruskan dengan program bersama konsorsium,” imbuh pria yang juga mengajar di jurusan Digital Business Technology (Software Engineering) Prasmul itu.

Seperti diketahui, Prasmul aktif dalam berbagai project yang diinisiasi oleh In2Food guna mengatasi masalah sampah makanan.

Salah satunya adalah project Food Waste to Finish (FWTF) Summer School . Dalam program ini Prasmul mengirimkan lima mahasiswa perwakilan untuk beradu konsep dan merancang kolaborasi dengan peserta dari kampus lain.

Wisnu mengatakan, kelima mahasiswa terpilih tersebut, sebelumnya telah mengikuti seleksi di internal kampus.

“Setiap peserta dipilih dari latar belakang keilmuan berbeda. Ada yang dari jurusan teknologi bisnis, software engineering, ekonomi bisnis, matematika terapan, bisnis teknologi pangan, dan jurusan bisnis,” ujarnya.

Acara FWTF sendiri digelar pada Minggu (14/8/2022) hingga Sabtu (27/8/2022) di Bali. Selama acara berlangsung, para peserta mengikuti berbagai rangkaian agenda, seperti diskusi, seminar, hingga presentasi konsep.

Dalam acara tersebut, salah satu konsep usulan yang diusung mahasiswa Prasmul, bersama dengan peserta dari kampus lain terpilih sebagai usulan solusi terbaik.

Konsep itu bernama “Ibu Foodies” yang diusung Ni Putu Mas Swandewi dari Program Studi (Prodi) Software Engineering.

Swandewi atau yang akrab disapa Swan ini mengatakan, konsep usulannya itu bertujuan sebagai alat bantu pencegahan munculnya sampah makanan di tingkat rumah tangga.

“Aplikasi ini bisa membantu para ibu untuk mencatat dan merencanakan belanja mereka. Di dalamnya terdapat teknologi artificial intelligence (AI) yang berguna untuk memindai aneka jenis sayur yang dibeli pengguna,” jelasnya.

Nantinya, lanjut Swan, aplikasi dapat menentukan usia sayur tersebut, sehingga pengguna tidak akan membiarkan bahan makanannya membusuk dan menjadi sampah.

Pada acara FWTF, jelas dia, konsep itu kemudian berkembang menjadi lebih luas. Di sana, bersama anggota tim dari universitas lain, Ibu Foodies berkembang menjadi sebuah platform edukasi sosial.

“Semangatnya masih sama, yakni mencegah timbulnya sampah makanan. Namun, lewat platform ini kami merancang program edukasi bagi para ibu-ibu untuk mengenal lebih jauh bahan makanan yang biasa mereka beli,” ucap Swan.

Lewat program edukasi “Turn That Veggie Waste Into Delicious Taste” ini, Swan mengungkapkan, para peserta diajak untuk memanfaatkan sisa sayuran.

Utamanya, sisa sayuran yang biasa terbuang untuk diolah kembali menjadi makanan lezat dan bernutrisi, atau ditanam kembali sehingga dapat tumbuh dan menghasilkan.

“Kami spesifik memilih segmen ibu-ibu, karena kami menganggap mereka punya kekuatan untuk jadi agen perubahan. Khususnya, jika menyasar food waste dalam skala rumah tangga,” ujar Swan.

ia berharap, dapat mencapai sebuah perubahan besar dari banyaknya jumlah para ibu yang mendapat edukasi soal manajemen sampah makanan.

Untuk tahap awal, Swan dan kawan-kawannya menjalankan program edukasi dengan menggandeng Komunitas Ibu Pembelajar Indonesia dengan anggota sudah mencapai ribuan di berbagai daerah.

Menurutnya, anggota komunitas itu pun terbilang cukup melek dengan teknologi dan memiliki keinginan belajar yang cukup tinggi.

Lewat komunitas tersebut, Swan berharap, pemahaman soal manajemen sampah makanan bisa menyebar luas.

“Kami juga sudah merancang purwarupa situs Internet yang di dalamnya berisi aneka informasi, edukasi. Serta yang terpenting, resep-resep makanan dari bahan-bahan pangan yang selama ini kerap terbuang, seperti misalnya kulit pisang,” jelasnya.

Sementara itu, mahasiswa Prasmul lainnya dari Program Studi Business Economics, Ethelind B Santoso bersama tim menghadirkan konsep “No Action Too Small”.

Konsep tersebut disebut hampir mirip dengan program edukasi yang diusung Swandewi.

Bedanya, Ethelind dan kawan-kawan menyasar para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima (PKL) penjual makanan sebagai target edukasi mengenai manajemen sampah makanan.

Ethelind dan tim juga menyampaikan edukasi berupa informasi mengenai perlunya mengelola sampah makanan, berbagai resep makanan dari bahan organik yang kerap terbuang.

Adapun resep tersebut, seperti perkedel tanpa sisa yang mengandung cincangan daun wortel, kulit kentang, dan irisan bonggol seledri.

Selain itu, bagian dari edukasi tersebut juga memperkenalkan cara menumbuhkan kembali beberapa jenis sayuran tertentu, seperti daun bawang dari bonggolnya yang gundul.

“Selain rumah tangga, penjual makanan juga menjadi kontributor sampah sisa makanan terbesar di Indonesia. Melalui program ini kami berharap dapat memberikan informasi dan mengajak mereka untuk mengubah perilaku dalam menangani sampah makanan,” ucap Ethelind.

Meski demikian, Ethelind pun tak menampik jika dalam praktik edukasi tersebut kerap menemui hambatan saat disampaikan kepada target mereka.

“Karena isu sampah makanan masih dianggap asing terutama di kalangan para penjual makanan,” ujarnya

Meski banyak hambatan, Ethelind optimistis, konsep tersebut ke depannya dapat dikembangkan menjadi platform edukasi yang bisa menjangkau masyarakat lebih luas.

Di sisi lain, ia mengaku tengah mengembangkan konsep baru untuk mengurangi potensi sampah makanan.

“Konsep baru yang saya kembangkan sebetulnya sederhana, berupa program Bazar Hortikultura untuk menjual sayur-mayur atau buah-buahan,” jelas Ethelind.

Utamanya, sebut dia, sayur dan buah yang biasa dibuang oleh toko dan pedagang di pasar karena dianggap sudah terlalu matang dan penampilannya tidak menarik.

Lebih lanjut Ethelind menjelaskan, konsep tersebut rencananya akan dikembangkan melalui kolaborasi dengan jaringan retail atau toko-toko yang menjajakan sayur dan buah segar.

“Saya ingin membuat gerakan hari obral buah atau sayur secara rutin di toko-toko. Di mana konsumen dapat mencampur jenis-jenis sayur dan buah yang penampilannya dianggap jelek, padahal masih layak konsumsi dengan harga murah meriah,” imbuhnya.

Potensial untuk dikembangkan

Pada kesempatan tersebut, Wisnu mengatakan, aneka konsep yang diusung para mahasiswa Prasmul memang tidak murni berupa ide bisnis.

Namun, menurutnya, konsep tersebut tetap potensial untuk dikembangkan dan direalisasikan di kemudian hari.

“Di Prasmul, sejak awal kami mendorong mahasiswa untuk mencari dan merancang berbagai ide baik bisnis komersial, maupun gerakan sosial yang dapat berdampak luas bagi masyarakat,” ujarnya.

Bagi para mahasiswa, lanjut Wisnu, ide-ide itu pun selalu diselaraskan dengan kurikulum yang diajarkan dan mereka dapat mengembangkan idenya menjadi tugas akhir.

Sebagai langkah lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa pada Februari 2023, konsorsium juga akan mengadakan kegiatan serupa dengan sasaran peserta lebih luas.

Acara tersebut akan digelar setelah kesuksesan rangkaian acara tingkat internasional bagi para mahasiswa kampus anggota konsorsium In2Food.

“Pada tahun depan (2023) kami akan menggelar acara kompetisi mahasiswa dengan tema soal manajemen sampah makanan. Kegiatan ini terbuka bagi para mahasiswa dari kampus lain, baik dalam maupun luar negeri,” tutur Wisnu.

Menginjak usia ke-40 tahun, Universitas Prasmul terus mengedepankan proses pembelajaran berbasis proyek dan kasus nyata dalam mempersiapkan mahasiswa terjun ke dunia kerja.

Menurut Tracer Study Career Development Center Prasmul 2021, persentase alumni Prasmul sudah bekerja kurang dari 6 bulan mencapai 76 persen. Bahkan banyak dari mereka bekerja sebelum waktu kelulusan atau sukses sebagai entrepreneur.

Apakah Anda ingin mendapatkan pengalaman yang sama? Saat ini, Program Strata Satu (S1) Universitas Prasmul sedang membuka pendaftaran untuk mahasiswa angkatan 2023 mulai Selasa (13/9/2022) hingga Senin (10/10/2022).

Informasi lebih lanjut mengenai pendaftaran S1 Prasmul bisa Anda dapatkan dengan mengunjungi tautan berikut ini.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/16/090003871/perangi-sampah-makanan-prasmul-gandeng-sejumlah-kampus-bentuk-konsorsium

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke