Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SEAMEO Recfon: Ada Korelasi antara Konsumsi Tembakau dan Stunting

Kompas.com - 28/01/2022, 12:24 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Southeast Asia Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Center for Food and Nutrition (Recfon) menegaskan ada korelasi antara konsumsi tembakau dan stunting.

Fakta ini mengemuka dalam webinar nasional “Sustaining Good Nutrition for All Amidst COVID-19 Pandemic” yang digelar SEAMEO Recfon memperingati ulang tahun ke-11 tahun pada 27 Januari 2022.

 

“Berbagai penelitian membuktikan bahwa, keluarga dengan konsumsi rokok mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk anaknya mengalami stunting dan masalah gizi lainnya," ungkap Direktur SEAMEO Recfon, Muchtaruddin Mansyur.

Mengutip penelitian Beal T.et.al, Grace Wangge Peneliti Senior Seameo Recfon menjelaskan, orangtua perokok, terutama ayah perokok meningkatkan risiko anak untuk stunting sebesar 8 hingga 17 persen.

Sebuah studi lain pada 482 anak usia dini yang berasal dari status sosial ekonomi rendah menunjukkan 62,2 persen anak yang stunting ternyata memiliki ayah perokok, sedangkan mereka yang tidak stunting hanya 49.6 persen yang memiliki ayah perokok.

Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia juga menunjukkan keluarga perokok di Indonesia berpeluang 5,4 kali lebih tinggi memiliki anak stunting karena keluarga mengalihkan porsi pendapatan makanan bergizi dan kesehatan ke pembelian rokok.

"Hal ini menunjukkan bahwa tembakau dan produknya tidak hanya memiliki dampak biologis terhadap fisik seseorang, namun juga ketahanan pangan keluarga," tegas Grace Wangge dalam pemaparannya.

"Untuk itu upaya pengentasan stunting sejatinya tidak akan bisa lepas dari upaya pengendalian konsumsi tembakau," tambahnya.

Rendah literasi stunting dan konsumsi rokok

Dalam kesempatan tersebut Muchtaruddin menyampaikan, strategi kampanye dan edukasi nasional mengenai stunting perlu mendapat pembaruan.

Baca juga: Akademisi UGM: Pencegahan Stunting Bisa Dilakukan sejak Sebelum Nikah

 

Hal ini, lanjut Muchtaruddin, dikarenakan literasi masyarakat dan organisasi perangkat daerah (OPD) mengenai stunting belum komprehensif dan mencakup faktor penyebab stunting sampai ke akar masalahnya.

Termasuk dalam hal ini, permasalahan konsumsi tembakau keluarga yang memengaruhi angka kejadian stunting di Indonesia," ujar Muchtaruddin kembali menegaskan.

Ia menyampaikan, pengendalian prevalensi kebiasaan merokok ini sangat penting melalui pendekatan kebijakan yang perlu menjadi perhatian semua pihak.

Grace Wangge menambahkan, “berdasarkan hasil analisis kami, pengetahuan para pemangku kebijakan di daerah mengenai hubungan stunting dan pengendalian tembakau, masih berbanding lurus dengan pengetahuan masyarakat pada umumnya."

"Sementara, pengetahuan masyarakat sangat dipengaruhi arus informasi yang digelontorkan pemerintah lewat Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika-red)," lanjutnya.

Grace Wangge juga menjelaskan, rendahnya literasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengenai stunting dan tembakau dapat terjadi karena narasi kampanye nasional kesehatan dengan fokus pada penurunan stunting yang dikomandani Kementerian Kominfo sejak 2018 lebih menyasar pada kaum muda, yaitu kaum milenial dan generasi Z, terutama ibu dan remaja putri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com