Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

SEAMEO Recfon: Ada Korelasi antara Konsumsi Tembakau dan Stunting

KOMPAS.com - Southeast Asia Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Center for Food and Nutrition (Recfon) menegaskan ada korelasi antara konsumsi tembakau dan stunting.

Fakta ini mengemuka dalam webinar nasional “Sustaining Good Nutrition for All Amidst COVID-19 Pandemic” yang digelar SEAMEO Recfon memperingati ulang tahun ke-11 tahun pada 27 Januari 2022.

“Berbagai penelitian membuktikan bahwa, keluarga dengan konsumsi rokok mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk anaknya mengalami stunting dan masalah gizi lainnya," ungkap Direktur SEAMEO Recfon, Muchtaruddin Mansyur.

Mengutip penelitian Beal T.et.al, Grace Wangge Peneliti Senior Seameo Recfon menjelaskan, orangtua perokok, terutama ayah perokok meningkatkan risiko anak untuk stunting sebesar 8 hingga 17 persen.

Sebuah studi lain pada 482 anak usia dini yang berasal dari status sosial ekonomi rendah menunjukkan 62,2 persen anak yang stunting ternyata memiliki ayah perokok, sedangkan mereka yang tidak stunting hanya 49.6 persen yang memiliki ayah perokok.

Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia juga menunjukkan keluarga perokok di Indonesia berpeluang 5,4 kali lebih tinggi memiliki anak stunting karena keluarga mengalihkan porsi pendapatan makanan bergizi dan kesehatan ke pembelian rokok.

"Hal ini menunjukkan bahwa tembakau dan produknya tidak hanya memiliki dampak biologis terhadap fisik seseorang, namun juga ketahanan pangan keluarga," tegas Grace Wangge dalam pemaparannya.

"Untuk itu upaya pengentasan stunting sejatinya tidak akan bisa lepas dari upaya pengendalian konsumsi tembakau," tambahnya.

Rendah literasi stunting dan konsumsi rokok

Dalam kesempatan tersebut Muchtaruddin menyampaikan, strategi kampanye dan edukasi nasional mengenai stunting perlu mendapat pembaruan.

Hal ini, lanjut Muchtaruddin, dikarenakan literasi masyarakat dan organisasi perangkat daerah (OPD) mengenai stunting belum komprehensif dan mencakup faktor penyebab stunting sampai ke akar masalahnya.

Termasuk dalam hal ini, permasalahan konsumsi tembakau keluarga yang memengaruhi angka kejadian stunting di Indonesia," ujar Muchtaruddin kembali menegaskan.

Ia menyampaikan, pengendalian prevalensi kebiasaan merokok ini sangat penting melalui pendekatan kebijakan yang perlu menjadi perhatian semua pihak.

Grace Wangge menambahkan, “berdasarkan hasil analisis kami, pengetahuan para pemangku kebijakan di daerah mengenai hubungan stunting dan pengendalian tembakau, masih berbanding lurus dengan pengetahuan masyarakat pada umumnya."

"Sementara, pengetahuan masyarakat sangat dipengaruhi arus informasi yang digelontorkan pemerintah lewat Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika-red)," lanjutnya.

Grace Wangge juga menjelaskan, rendahnya literasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengenai stunting dan tembakau dapat terjadi karena narasi kampanye nasional kesehatan dengan fokus pada penurunan stunting yang dikomandani Kementerian Kominfo sejak 2018 lebih menyasar pada kaum muda, yaitu kaum milenial dan generasi Z, terutama ibu dan remaja putri.

"Padahal, peningkatan pengetahuan anggota keluarga yang lain, terutama bapak dan remaja putra juga dibutuhkan, terutama jika melihat kaitan erat Stunting dan pola konsumsi tembakau dalam keluarga," ujarnya.

Dari hasil pantauan yang SEAMEO Recfon terhadap percakapan masyarakat mengenai stunting dan pengendalian tembakau serta penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) pada tahun 2019-2021, didapatkan, hanya ada 244 unggahan di Facebook dan 80 di Instagram terkait “rokok dan stunting”.

Jika dibandingkan dengan ketiga isu (stunting, cukai rokok, rokok dan gizi) tersebut, unggahan Facebook terkait rokok dan stunting hanya sekitar 0,59 persen dan di Instagram sekitar 0,58 persen.

"Artinya, secara umum tingkat literasi OPD berjalan searah dengan miskinnya narasi literasi yang beredar mengenai hubungan stunting dan pengendalian tembakau," ungkap Grace.

Rekomendasi SEAMEO Recfon

Dalam policy brief terbaru yang diluncurkan SEAMEO Recfon di awal tahun 2022 ini, terdapat beberapa rekomendasi penting terkait penguatan strategi kampanye nasional dan pendampingan daerah mengenai stunting.

Dalam rangka penguatan strategi kampanye nasional perlu dilakukan perluasan target sasaran kampanye dan edukasi pada seluruh anggota keluarga, penguatan materi dan perbaikan narasi terhadap kerangka konsep penyebab stunting sampai ke akar masalah.

Selain itu, dibutuhkan pula penguatan materi dan perbaikan narasi tentang hubungan stunting dan konsumsi tembakau pada keluarga.

Sementara, dalam rangka peningkatan pendampingan OPD, lintas Kementerian/Lembaga (K/L) perlu melakukan kampanye dan edukasi kesehatan nasional dengan penekanan pada pentingnya kerja sama lintas sektoral, peluang penggunaan sumber dana lain.

Termasuk di dalamnya penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dalam upaya pengentasan stunting di Provinsi, kabupaten/kota di Indonesia.

SEAMEO Recfon juga merekomendasikan perlunya panduan evaluasi spesifik bagi OPD untuk mendapatkan masukan yang diperlukan dalam perencanaan dan penganggaran program pengentasan stunting pada tahun berikutnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/01/28/122405771/seameo-recfon-ada-korelasi-antara-konsumsi-tembakau-dan-stunting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke