Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuliah Tamu ITB, Pakar Ungkap Bahaya Mikroplastik pada Ekosistem Laut

Kompas.com - 04/12/2021, 13:09 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sampah plastik menjadi sampah yang sulit terurai di tanah karena rantai karbonnya yang panjang.

Hal ini menyebabkan plastik juga sulit diurai mikroorganisme. Berbagai cara telah diupayakan pemerintah untuk mengurangi keberadaan sampah plastik di Indonesia.

Jika tidak dikelola dengan baik, keberadaan sampah plastik bisa mencemari lingkungan sekitar. Bahkan tak sedikit pula sampah plastik yang akhirnya terbawa ke laut dan berdampak pada kehidupan laut.

Peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional Dwi Amanda Utami menerangkan, rasio jumlah plastik terhadap ikan di laut pada 2025 adalah 1:3.

Baca juga: Survei UGM: Sedikit Masyarakat Bisa Bedakan Data Pribadi atau Bukan

Bahaya mikroplastik di laut

Akan tetapi, pada tahun 2050 diperkirakan jumlah sampah akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan di laut. Hal ini dapat diperparah dengan tindakan overfishing. Dwi Amanda mengungkapkan, ada sejumlah bahaya keberadaan mikroplastik ini di lautan, antara lain:

  • Sampah plastik di laut ini dapat membunuh berbagai biota.
  • Merusak ekosistem.
  • Membahayakan kegiatan navigasi perkapalan apabila sampah-sampah tersebut tersangkut di baling-baling.

"Sementara mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber dengan ukuran kurang dari 5 mm. Tipe mikroplastik ini ada 2, yakni primer dan sekunder," urai Dwi Amanda Utami seperti dikutip dari laman Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (4/12/2021).

Baca juga: Pamapersada Buka 16 Posisi Lowongan Kerja Lulusan D3-S1, Buruan Daftar

Mikroplastik bisa ditemukan di perairan mana saja

Hal ini disampaikan Amanda dalam kuliah tamu Program Studi Oseanografi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang merupakan bagian dari Program Nusantara 'Mengenal Sampah Laut Mikroplastik'.

Menurutnya, mikroplastik primer diproduksi dalam ukuran yang sangat kecil. Contohnya polyethylene microbeads yang banyak terdapat pada produk kecantikan. Sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari degradasi plastik sekali pakai yang berukuran lebih besar.

Selain itu, ada juga serat mikroplastik yang merupakan serat sintetis seperti polyester atau nylon dan umum digunakan sebagai pakaian, furnitur, senar pancing, dan jaring ikan.

Dia mengungkapkan, faktanya, ketika mencuci 6 kg baju dari serat sintetis, secara tidak langsung kita telah membuang sekitar 700.000 serat mikroplastik ke saluran air dan akan berakhir di laut.

Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik dapat ditemui di mana saja. Dari perairan tropis hingga Samudra Arktik, dari pantai yang akrab dengan aktivitas antropogenik sampai laut dalam yang tidak terjamah manusia sekali pun.

Baca juga: 7 Hal Ini Tidak Boleh Dibagikan di Media Sosial Menurut Dosen UII

Kandungan mikroplastik ditemukan juga pada perut ikan

Di Indonesia, mikroplastik dapat ditemukan di perairan laut, sedimen sungai, estuari, sedimen di lingkungan terumbu karang, bahkan dalam perut ikan. Jumlah sampel ikan di Indonesia yang mengandung mikroplastik bahkan 5 kali lebih banyak dibandingkan di Amerika.

Fiber dan fragmen adalah jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan. Keduanya berasal dari pakaian dengan serat sintetis, alat pancing, dan jaring ikan.

Keberadaan mikroplastik di dalam perut ikan dan sumber air tawar dapat menjadi jalan masuk ke tubuh manusia. Mikroplastik mengandung berbagai zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan.

"Plastik dapat menyerap bahan kimia berbahaya yang terlarut dalam air dan semakin kecil ukuran partikel plastik, ia akan semakin efisien dalam mengakumulasi toksin," urai Amanda.

Baca juga: Mahasiswa Unnes Manfaatkan Limbah Mangrove Jadi Pewarna Batik Alami

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com