Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/12/2021, 07:30 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kemajuan teknologi informasi bak pisau bermata dua. Di satu sisi kemajuan teknologi sangat membantu manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Namun di satu sisi, banyak juga kejahatan yang terjadi dan memanfaatkan keberadaan teknologi informasi tersebut.

Untuk menghindari kejahatan yang memanfaatkan teknologi informasi, masyarakat harus berhati-hati dalam menyimpan data pribadi. Namun sayangnya, fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa masih sedikit masyarakat tidak tahu mana yang tergolong data pribadi dan bukan.

Hal ini terungkap dalam rilis Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) yang menunjukkan hasil survei terkait persepsi masyarakat Indonesia terhadap perlindungan data pribadi.

Baca juga: Mahasiswa UGM Teliti Ubur-ubur sebagai Penghambat Kanker Payudara

Masyarakat belum bisa membedakan data pribadi atau bukan

Melalui survei tersebut, CFDS menemukan ternyata baru sedikit masyarakat Indonesia yang bisa membedakan data mana yang termasuk data pribadi dan bukan.

Menurut perwakilan tim peneliti sekaligus Manager Digital Intelligence Lab CfDS, Paska Darmawan, survei ini dilakukan dari tanggal 21 Oktober sampai 1 November 2021.

Timnya berhasil mengumpulkan data dari 2401 responden yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Semua responden diketahui berada dalam rentang usia 13 hingga 80 tahun.

"Mayoritas responden atau sebanyak 53,3 persen memiliki ijazah SMA/sederajat serta 27,5 persen lainnya memiliki ijazah strata 1 atau sarjana," terang Paska seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (2/12/2021).

Baca juga: Mahasiswa Unnes Manfaatkan Limbah Mangrove Jadi Pewarna Batik Alami

Dalam survei tim CfDS, lanjut Paska, mengungkapkan saat responden ditanya apakah mereka mengetahui terkait yang dimaksud data pribadi. Hampir dari keseluruhan responden atau sebanyak 98,9 persen mengaku mengetahui hal tersebut. 

Hanya 18,4 persen yang bisa membedakan data pribadi

Namun, ketika para responden tersebut diminta untuk membedakan mana yang merupakan data pribadi dan bukan, ternyata hanya 18,4 persen atau sebanyak 441 dari 2401 responden, mampu mengidentifikasinya dengan benar.

"Tetapi ketika kami meminta responden untuk mengidentifikasi kira-kira apa saja yang termasuk sebagai data pribadi, ternyata hanya 18,4 persen responden saja yang mampu mengidentifikasi jenis-jenis data pribadi secara lengkap dan benar," beber Paska.

Baca juga: Pakar Unair Jelaskan Fenomena Natal Teeth, Ini Risikonya pada Bayi

Paska menekankan, dari hasil ini, tim melihat ada GAP antara persepsi masyarakat tentang apakah mereka mengetahui tentang data pribadi atau tidak dengan realitanya.

"Setelah responden ditanyakan terkait persepsi mereka terkait pengetahuan data pribadi, responden kemudian diuji menentukan. Apakah data A termasuk data pribadi atau tidak, data B termasuk data pribadi atau tidak," beber Paska.

Literasi digital perlu ditingkatkan

CfDS UGM berharap, kedepannya, upaya-upaya untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat semakin digalakkan.

CfDS UGM merekomendasikan pendekatan multi-stakeholder baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan tingkat dasar sampai universitas, sektor privat atau platform teknologi. Selain itu juga bisa memanfaatkan lembaga masyarakat, guna mencapai capaian tersebut.

Baca juga: Forisa Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan S1 Fresh Graduate, Ini Infonya

Hasil survei CfDS UGM juga mengungkapkan sebanyak 88,4 persen responden sangat setuju bila RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera disahkan.

"Dari hasil survei ini, responden juga memiliki kekhawatiran yang tinggi terhadap penyalahgunaan data pribadi mereka. Sebanyak 78,7 persen responden mengaku sangat khawatir jika data pribadi mereka disalahkan oleh perusahaan, pemerintahan, maupun pihak ketiga," tegas Paska.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com