Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadiem Makarim: Seperti Ini Indikator PAUD Berkualitas

Kompas.com - 05/11/2021, 12:44 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menyatakan, ternyata ada korelasi yang sangat besar antara kualitas PAUD dan kualitas hasil pembelajaran peserta didik.

Hal itu diungkapkan Nadiem Makarim dalam bincang bersama Najelaa Shihab (Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka), dan Ratna Megawangi (Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter), Kamis (4/11/2021).

Nadiem menjelaskan bagaimana sebuah institusi PAUD disebut berkualitas. Dari semua riset yang pernah dilakukan terkait PAUD, terlihat jelas bahwa ada korelasi yang sangat besar antara kualitas PAUD dan hasil pembelajaran siswa.

Baca juga: Seperti Ini P3K di Lembaga PAUD, Misal Anak Mimisan atau Luka Memar

Peserta didik yang mendapatkan pendidikan di usia dini, dapat mengakselerasi perkembangan pengetahuan dengan lebih cepat. Lalu bagaimana mengetahui bahwa PAUD dapat disebut berkualitas? Menteri Nadiem mengajak para orang tua untuk bertanya langsung kepada anak-anak.

"Tes paling gampang dan sederhana, tanya saja anak-anaknya mau tidak pergi ke PAUD? Kalau dia semangat, berarti PAUD itu bagus. Karena yang paling penting di PAUD itu adalah menyenangkan," terangnya.

Selain harus menyenangkan, kualitas PAUD dapat dilihat dari relevansi preparasi peserta didik ke depan. Atau tidak terbatas pada kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).

Tapi bagaimana pendidik dapat menjadi jagoan kontekstual, yaitu menjelaskan segala hal dalam konteks kehidupan dan permainan anak. Ia menyebut, setiap daerah di Indonesia memiliki cara yang berbeda mendidik anak usia dini, terutama dalam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

Di daerah tertentu mungkin yang dominan adalah bahasa daerahnya, atau bisa juga percampuran antara Bahasa Indonesia dan daerah. "Saya melihat guru-guru PAUD yang terbaik itu selalu bolak balik menggunakan dua bahasa untuk bisa meningkatkan relevansi kontekstual kepada anak," ujarnya.

Inti kurikulum PAUD adalah bermain

Tak hanya itu, inti dari kurikulum PAUD adalah bermain. Semua kegiatan, disusun dalam simulasi permainan, karena evolusi manusia dalam belajar adalah dengan bermain.

Kalau permainan bukan menjadi core dari kurikulum PAUD, anak tidak akan mencapai potensi optimal pembelajaran, karena kegiatan belajar dianggap tidak menyenangkan.

"Motivasi itu kunci. Kalau mereka tidak termotivasi, itu sama saja bohong. Mereka tidak belajar dalam situasi itu," ungkapnya.

Baca juga: Kegiatan Sederhana untuk Mengasah Empati Anak Usia Dini

Senada dengan Mendikbud Ristek, Najelaa Shihab mengatakan bahwa di masa pandemi ini kehilangan pembelajaran bagi anak-anak usia dini dampaknya sangat besar.

Selama pandemi ini, anak-anak kehilangan kesempatan interaksi dan bersosialisasi. Karena belajar jarak jauh di rumah masing-masing, umumnya hanya melibatkan anak dan ibu.

Namun, hal itu akan menjadi berbeda ketika siswa di sekolah dan bertemu dengan guru atau temannya. Jika di rumah, maka tidak ada kesempatan untuk melatih negosiasi atau mengatasi konflik.

Terkait penggunaan teknologi pembelajaran, Elaa mengatakan, fenomena ini juga terjadi di jenjang PAUD dan sangat mungkin diaplikasikan serta dikombinasikan dengan pertemuan tatap muka.

Elaa optimis bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas bisa tetap mencapai kualitas yang baik selama proses pembelajaran jarak jauh juga dikelola dengan baik.

Kombinasi tersebut bisa jadi solusi untuk banyak orang tua, terutama terkait keraguan bagaimana nanti jika anak-anak kembali ke sekolah durasi dan frekuensinya sama seperti semula atau tidak.

Sementara itu, Ratna Megawangi menyampaikan kekhawatirannya terkait fakta bahwa baru 40 persen PAUD yang saat ini melakukan PTM Terbatas.

PAUD harus segera gelar PTM terbatas

Menurut Ratna, usia emas seorang anak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan kebiasaan positif yang berhubungan dengan karakter, menanamkan kebiasaan yang baik, dan mengajarkan mereka untuk mengontrol emosi.

Opportunity-nya hanya sampai usia 7 tahun dan oleh karenanya Ratna sangat setuju jika PAUD segera dibuka di seluruh wilayah Indonesia.

Dia mengatakan banyak sekali kendala ketika belajar di rumah yang misalnya disebabkan karena belajar di rumah tidak ada struktur yang jelas, tidak sistematis.

Tetapi jika di PAUD, apalagi PAUD berkualitas itu sudah jelas bahwa ada kurikulumnya terstruktur.

"Jadi pembiasaan-pembiasaan berbuat baik, juga kebersihan, bagaimana mencuci tangan, bagaimana membersihkan mainan secara bersama, tanggung jawab, bagaimana berkata santun kepada teman, bagaimana saling memaafkan. Itu semua hanya bisa didapatkan mungkin di sekolah," jelas Ratna.

Baca juga: 6 Tips Memilih Alat Permainan Edukatif bagi Anak Usia Dini

Selain itu, kekhawatiran Ratna berujung pada generation loss, apabila kebiasaan baik tersebut tidak tertanam dengan baik secara struktur dan sistematis.

Dia menyebut, dengan belajar di sekolah, biasanya sudah tersedia buku-buku cerita yang bisa memberi inspirasi, membuat imajinasi anak berkembang.

Di sekolah pula, ada permainan-permainan dan interaksi dengan teman yang sangat penting untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas yang mungkin sulit didapatkan di rumah.

Untuk itulah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi tema besar pada Hari Inspirasi yang digagas oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era - Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com