Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Erwin Hutapea
ASISTEN EDITOR

Penyelaras Bahasa dan penulis di Kompas.com, pemerhati kebahasaan, dan pengelola media sosial Bicara Bahasa

Salah Kaprah Bahasa, antara Ketidaktahuan dan Kemalasan (2)

Kompas.com - 07/10/2021, 10:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGGUNAAN bahasa Indonesia yang baik dan benar belum tentu mendapat respons positif dari orang-orang di sekitar kita. Sering kali ketika kita mengucapkan suatu kata dengan benar malah dinilai salah atau janggal karena dianggap tidak lazim.

Itulah salah satu percikan masalah perkembangan bahasa saat ini. Harus diakui bahwa perubahan bahasa itu dinamis sesuai kemajuan zaman, apalagi dengan kehadiran teknologi informasi dan media sosial yang begitu berpengaruh.

Banyak istilah baru dan kata serapan dari bahasa asing dan bahasa daerah bermunculan, lalu menjelma jadi bahasa sehari-hari.

Pemerhati bahasa NW Sartini dalam bukunya yang bertajuk Revitalisasi Bahasa Indonesia dalam Konteks Kebahasaan (2014) mengatakan, penggunaan bahasa Inggris secara berlebihan atau salah kaprah menjadi salah satu penyebab kekacauan bahasa dalam tingkat kosakata, semantik, dan struktur.

Menurut Sartini, masih ada penyebab lain, di antaranya pelanggaran kaidah-kaidah bahasa Indonesia, baik di media massa maupun di tempat-tempat umum; dan masuknya struktur kalimat bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang benar.

Baca juga: Salah Kaprah Bahasa, antara Ketidaktahuan dan Kemalasan (1)

Meski demikian, banyak orang yang berpendapat bahwa salah mengucapkan diksi atau pilihan kata itu lumrah dan tidak perlu dibikin pusing, yang penting bisa dimengerti dan komunikasi lancar.

Hal itulah yang membuat orang malas dan tidak berniat untuk mencari tahu di kamus atau sumber resmi tentang arti dari suatu kata, terutama bagi orang yang sudah melek pendidikan. Dia terus berpendirian bahwa pemahamannya adalah benar sesuai pemikiran dan pengalaman hidup sehari-hari.

Lain lagi dengan orang yang latar belakang pendidikan formalnya kurang sehingga tidak mempelajari bahasa Indonesia secara benar. Percakapannya setiap hari berdasarkan pengertian apa adanya sehingga kadang kala kata yang disampaikan belum tentu benar sesuai konteksnya.

Terkait hal itu, artikel sebelum ini sudah membahas tentang beberapa contoh kosakata yang salah kaprah. Berikut ini sejumlah contoh lainnya yang acap kali kita temui:

1. Pewaris adalah orang yang mewariskan atau memberi warisan, sedangkan ahli waris yaitu orang yang berhak menerima warisan. Penggunaan kata-kata tersebut kerap terbolak-balik.

Contoh:

  • Putra tertua Ratu Elizabeth II sekaligus pewaris takhta Kerajaan Inggris, Pangeran Charles, dilaporkan positif terkena virus corona. (Salah)
  • Putra tertua Ratu Elizabeth II sekaligus ahli waris takhta Kerajaan Inggris, Pangeran Charles, dilaporkan positif terkena virus corona. (Benar)

  • Pemuda berumur 20-an tahun itu, salah satu pewaris grup usaha raksasa keluarganya, bercerita tentang awal bisnis besar dirintis dari nol. (Salah)
  • Pemuda berumur 20-an tahun itu, salah satu ahli waris grup usaha raksasa keluarganya, bercerita tentang awal bisnis besar dirintis dari nol. (Benar)

    Baca juga: “Di-Gojek-in Aja”, Praktik Metonimia dalam Keseharian Kita

2. Absensi berarti ketidakhadiran, sedangkan presensi artinya kehadiran. Jadi, daftar yang digunakan untuk mencatat kehadiran seseorang seharusnya disebut “daftar presensi”, bukan “daftar absensi”.

Contoh:

  • Sudah seminggu ini aplikasi absensi elektronik di perusahaan itu rusak sehingga karyawan harus mengisi daftar absensi secara manual. (Salah)
  • Sudah seminggu ini aplikasi presensi elektronik di perusahaan itu rusak sehingga karyawan harus mengisi daftar presensi secara manual. (Benar)

3. Haru biru memiliki pengertian yaitu kerusuhan, keributan, kekacauan; bukan sesuatu yang membuat rasa kasihan atau iba. Jika seseorang mengucapkan kata “haru biru” yang bermaksud kasihan atau iba, itu salah. Seharusnya cukup dengan kata “haru”.

Contoh:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com