Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi UGM Kembangkan RISBA, Bisa Jadi Alternatif Rumah Tahan Gempa

Kompas.com - 31/08/2021, 10:52 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia termasuk negara yang rawan terjadi bencana gempa bumi. Bahkan beberapa kali bencana gempa bumi yang terjadi menimbulkan kerusakan dan korban jiwa  cukup banyak.

Terjadinya bencana gempa bumi ini juga membuat pemerintah mengucurkan dana tak sedikit untuk memperbaiki rumah warga yang rusak.

Pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Ashar Saputra menerangkan, desain Rumah Instan Struktur Baja (RISBA) yang dikembangkan bisa menjadi alternatif penyediaan rumah masyarakat aman gempa.

Selain itu, RISBA ini juga bisa memenuhi prinsip berkelanjutan.

Menurut Ashar, struktur bangunan RISBA sudah melalui tahapan penelitian berupa analisis struktur dan desain. 

Baca juga: Mahasiswa UB Ciptakan Pelet Kelinci Bergizi Tinggi dari Rumen Sapi

RISBA bisa cegah kerusakan berat saat gempa

Selain itu juga ada pengujian di laboratorium untuk mengetahui kinerja ketahanan gempanya.

Sehingga dapat mencegah kerusakan berat pada rumah saat terjadi gempa bumi.

Menurut Ashar, dari hasil pengujian di laboratorium, struktur RISBA dapat memenuhi target kekuatan dan kekakuan untuk menahan beban gempa.

"Struktur RISBA ini berada di lokasi Lombok Utara dan di Palu," kata Ashar seperti dikutip dari laman UGM, Senin (30/8/2021).

Baca juga: 15 Jurusan Kuliah untuk Anak IPS, Tertarik Pilih yang Mana?

Ashar memaparkan, jumlah rumah yang harus dibangun kembali karena rusak berat pada saat gempa terbilang cukup banyak.

Misalnya pada peristiwa bencana gempa bumi di Aceh tahun 2004, lebih dari 400.000 rumah harus dibangun kembali.

Sebanyak 250.000 rumah dibangun kembali pada bencana gempa Yogyakarta tahun 2006.

Sebanyak 77.000 rumah dibangun kembali pada bencana gempa di NTB tahun 2018, dan 65.000 rumah juga harus dibangun kembali pada gempa Sulawesi Tengah.

Baca juga: ITS Berhasil Masuk Nominasi THE DataPoints Social Impact Award

Kelemahan bangunan terhadap gaya gempa

Menurut Ashar, secara teknis, kelemahan bangunan terhadap gaya gempa disebabkan oleh dua aspek sifat bahan bangunan yang digunakan yaitu sifat berat dan getas.

Bahan bangunan berupa tembok bata merah cukup berat sehingga gaya gempa yang harus ditanggung struktur bangunan juga menjadi besar.

"Jika tidak tersedia kekuatan dan kekakuan yang mencukupi, bangunan rumah termasuk dinding pasangan bata akan runtuh. Keruntuhan dinding pasangan inilah yang pada gilirannya dapat menimpa penghuni rumah dan menimbulkan korban," ungkap Ashar.

Ashar menambahkan, sifat material bangunan rumah yang menyebabkan tidak tahan gempa adalah sifat yang getas atau mudah patah dengan adanya dorongan gempa.

"Pasangan bata dan komponen beton bertulang yang tidak memenuhi standar teknik akan bersifat getas sehingga mudah patah dan runtuh saat peristiwa gempa," imbuh Ashar.

Baca juga: Keren, Mahasiswa Ini Lulus Sarjana dengan Skripsi 37 Halaman

Bahan baja jadi struktur utama

Untuk mencapai kualitas tahan gempa, awet, dan standar teknis, Ashar memilih bahan baja sebagai struktur utama.

Secara mekanika, bahan baja memiliki perilaku yang ulet, liat, dan tidak mudah patah karena beban bolak-balik seperti yang ditimbulkan dari getaran gempa.

Selain itu, baja sudah tersedia di pasar dengan jumlah yang memadai untuk pembangunan secara massal dan sudah mengikuti standar SNI.

"Bahan baja memang tergolong mahal sebagai bahan konstruksi, tapi dengan pemilihan penampang dan modifikasinya, persoalan harga ini bisa diatasi," beber Ashar.

Rumah dengan teknologi RISBA sendiri telah cukup banyak diterapkan pada proses rekonstruksi pascagempa NTB, gempa Sulawesi Tengah, dan juga baru-baru ini dibangun unit rumah contoh di Pulau Adonara, NTT pasca bencana Badai Seroja.

Baca juga: Siswa SD-SMA, Simak Jadwal Lengkap Asesmen Nasional 2021

Pembangunan rumah RISBA di Adonara menjadi contoh bagaimana teknologi ini mudah dipahami dan dilaksanakan masyarakat.

Proses penjelasan teknis dilakukan hanya dalam waktu sekitar 2 jam kepada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Maumere.

"Tim mahasiswa merakit semua komponen di Kota Maumere dan mengirimkan komponen rumah menggunakan kapal tradisional setempat ke Pulau Adonara. Proses perakitan di lapangan dilaksanakan juga oleh tenaga mahasiswa secara bergantian menggunakan peralatan sederhana yang tersedia," tutup Ashar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com