KOMPAS.com - Kondisi sesak napas akhir-akhir ini sering didapati di masyarakat. Apalagi sejak Covid-19, banyak masyarakat yang mencari tahu informasi terkait sesak napas. Baik yang diderita pada pasien Covid-19 atau sesak napas biasa.
Sesak napas atau dyspnea, kerap didasarkan pada kondisi kesulitan bernapas. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Alfian Nur Rosyid, memaparkan, bahwa sesak napas secara sederhana dapat dipantau setidaknya dari dua hal, yang kemudian menentukan perkiraan penyebab sesak dan tindakan yang harus dilakukan.
Dua hal ini adalah simptom dan sign. "Simptom adalah sesuatu yang dikeluhkan oleh seseorang, apa yang diutarakan oleh pasien kepada dokter atau tenaga kesehatan. Sign adalah tanda dari sesak napas, yang harus diperiksa secara objektif melalui pemeriksaan medis," ungkap Alfian dilansir dari laman Unair.
Baca juga: Begini Takaran Garam-Gula Pasien Isoman, Saran Ahli Gizi UGM
Secara sederhana simptom adalah keluhan yang sifatnya subjektif yang dirasakan oleh pasien. Sedangkan sign adalah tanda bahwa seseorang tersebut mengalami sesak napas dan bersifat objektif. Lebih jelasnya, keduanya dibedakan sebagai berikut:
Simptom
Diagnosa sesak napas secara simptom, berarti perlunya memahami keluhan pasien. Keluhan tersebut sebagaimana yang dirasakan dan dilaporkan oleh pasien.
“Pasien mengatakan bahwa dia mengalami sesak napas, dengan bahasa-bahasa yang dia ungkapkan,” sambungnya
Terdapat beberapa macam keluhan sesak napas yang disebutkan oleh pasien kepada dokter atau perawat.
Pasien dapat menyebutkan keluhan sesak napas sebagai napas yang berat, napas pendek, dada terasa berat, dada terasa sempit, napas tidak longgar, tersengal-sengal, menggos-menggos dan lain sebagainya.
“Keluhan-keluhan tersebut sejatinya sama dengan sesak napas, namun pasien menggunakan bahasa masing-masing untuk kemudian mengungkapkan secara lisan,” imbuh Alfian.
Sign
Dijelaskan oleh Alfian, bahwa keluhan sesak napas secara sign dapat dilihat dan ditunjukkan adanya kelainan sign secara objektif. Salah satu hal yang menarik adalah pada pasien Covid-19 dapat terjadi happy hypoxia, yaitu suatu kondisi pasien tidak mengeluhkan sesak (tanpa symptom) namun sign atau tanda-tanda sesak didapatkan secara nyata pada pasien tersebut.
“Bisa jadi pasien tidak mengatakan sesak, tapi dia mengalami hipoksia atau turunnya kadar oksigen di bawah 95 persen. Itu sudah dapat dikatakan sebagai kondisi sesak napas,” jelas alumni FK Unair tersebut.
Sign atau tanda dalam sesak napas juga dapat dilihat dari frekuensi pernapasan. “Normalnya seseorang bernapas dengan frekuensi antara 10 sampai 20 kali setiap menit, maka ketika sesak akan mengalami peningkatan,” tuturnya.
Baca juga: Omzet Menjanjikan, Ini Tips Budidaya Ikan Arwana ala Dosen Unair
Terkait adanya peningkatan dalam frekuensi pernapasan, Alfian menyebut hal itu sebagai takipnea. “Itu (takipnea, Red), adalah bahasa medisnya. Sebagai tanda sesak secara sederhana, takipnea berarti peningkatan frekuensi napas di atas 20 kali per menit,” imbuh dr. Alfian.