Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Victor Imanuel Nalle
Akademisi Universitas Katolik Darma Cendika

Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika

Mampukah Kecerdasan Artifisial Merebut Profesi Hukum?

Kompas.com - 17/08/2021, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun seperti yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, pengambilan keputusan dalam kasus-kasus kompleks membutuhkan pendekatan interdisiplin yang tidak mudah diselesaikan sendiri dengan bantuan kecerdasan artifisial.

Pengambilan keputusan dalam kasus kompleks dipengaruhi oleh nilai yang terinternalisasi dalam pengemban hukum.

Pengemban hukum bukan hanya membutuhkan kemampuan kognisi yang dapat digantikan oleh kecerdasan artifisial. Ada beberapa aspek yang tampaknya hanya dapat dimiliki oleh manusia.

Beberapa aspek tersebut misalnya kemampuan mengambil keputusan dengan berorientasi pada etika dan keadilan sosial serta kemampuan berefleksi dalam pengambilan keputusan.

Kemampuan mengambil keputusan dengan berorientasi pada etika dan keadilan sangat bergantung pada internalisasi nilai.

Begitu pula kemampuan refleksi dan diskresi yang menjadi keunggulan manusia dengan kemampuan rasio dan rasa dalam dirinya.

Namun bukan berarti seorang advokat, misalnya, tidak membutuhkan teknologi digital. Pendekatan interdisiplin dalam ilmu hukum justru membuat seorang pengemban hukum harus aktif dalam mempelajari dan memperbarui keterampilan teknologi digital (Susskind, 2013).

Manusia, pengetahuan terhadap makna dan nilai

Era digital dan kecerdasan artifisial makin menunjukkan pentingnya manusia memiliki pengetahuan yang mendalam dan luas terhadap makna dan nilai. Ilmu hukum pada akhirnya tidak dapat dilihat hanya dari satu perspektif saja agar manusia makin memahami bahwa makna dan nilai di dalam hukum tidak dapat diperoleh dari interpretasi teks saja.

Ilmu hukum, khususnya untuk konteks Indonesia, perlu dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan meninggalkan pendekatan monodisiplin agar ilmu hukum tidak justru digantikan oleh kecerdasan artifisial.

Di sisi lain, pendekatan interdisiplin juga mendorong setiap pengemban hukum untuk mempelajari banyak hal baru di luar ilmu hukum, suatu kondisi yang tidak dapat dielakkan di era digital.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com