Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Jangan Lengah DBD di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 05/08/2021, 21:24 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Sebagai penyakit menular berbahaya di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) perlu mendapat perhatian di tengah pandemi Covid-19. Data nasional hingga 14 Juni 2021 mencapai 16.320 kasus.

Jumlah ini meningkat sebanyak 6.417 kasus jika dibandingkan total kasus DBD pada 30 Mei yang hanya 9.903 kasus.

Baca juga: Ahli Gizi UGM: Ini Jenis Makanan Dikonsumsi dan Dihindari Saat Isoman

Jumlah kematian akibat DBD pun meningkat dari 98 kasus pada akhir Mei hingga menjadi 147 kasus pada 14 Juni 2021.

Hingga kini jumlah kabupaten kota yang terjangkit terus bertambah menjadi 387 di 32 provinsi, sedangkan kasus DBD tertinggi berada pada kelompok umur 15-44 tahun.

Kenaikan kasus demam berdarah dengue ini patut menjadi perhatian serius.

Hal ini mengingat Indonesia juga tengah dilanda pandemi Covid-19 sejak Maret 2020, yang sudah menginfeksi lebih dari 3,5 juta orang dengan jumlah yang meninggal dunia mencapai 102.375 orang.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, Riris Andono Ahmad mengaku, saat ini sektor kesehatan sedang fokus ke penanganan Covid-19 yang akhirnya menjadikan layanan kasus DBD berkurang.

"Dengan kondisi seperti ini maka masyarakat diharapkan lebih siap untuk melakukan tindakan pencegahan," kata dia melansir laman UGM, Kamis (5/8/2021).

Menurut dia, dulu ada program satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) yang dilakukan secara rutin oleh Puskesmas.

Namun, karena sedang fokus penanganan Covid-19, program itu tidak bisa rutin lagi.

Baca juga: Ahli Gizi UGM: Ini Jenis Makanan Dikonsumsi dan Dihindari Saat Isoman

Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak peduli lagi untuk melakukan kebiasaan 3 M yaitu melakukan tindakan menguras, menutup dan mengubur terhadap kemungkinan yang menjadi sarang nyamuk berkembang biak.

"Padahal itu menjadi kunci penting, mau tidak mau mestinya masyarakat tetap harus melakukan," ucap dia

Dia mengaku, data DBD ini sebenarnya setiap waktu selalu ada.

Data DBD akan semakin tinggi terjadi pada awal dan akhir musim hujan.

Terutama di akhir musim hujan, di mana volume hujan tidak terlalu deras tetapi sering kali menimbulkan banyak genangan air.

"Secara umum nyamuk Aedes Aegypti senang tinggal di air yang jernih, utamanya di bak mandi rumah. Karenanya sepanjang tahun, nyamuk ini selalu ada. Sehingga penularannya juga sepanjang tahun, tetapi peningkatan paling tajam di awal dan akhir musim hujan," tutur dia.

Dia berharap, perlu mewaspadai kemungkinan peningkatan DBD saat ini. Karena, Indonesia saat ini mengalami musim kemarau basah.

Kondisi dari bulan Maret, April hingga sekarang, masih selalu ada hujan. Hal itu sangat memungkinkan banyak genangan air.

Baca juga: Dosen Unpad: Makan Enak dan Sehat Modal Pasien Covid-19 Jalani Isoman

Punya ciri yang sama

Riris mengakui kondisi menjadi semakin sulit, karena saat ini bersamaan dengan pandemi Covid-19.

Sebab, baik DBD maupun Covid-19 memiliki ciri yang sama, yakni suhu tubuh dengan panas yang tinggi.

Maka dari itu, kata dia, yang terpenting harus tahu diagnosisnya terlebih dahulu, sehingga bisa dilakukan cara pengobatannya yang tepat.

Pasalnya, jika hanya melihat ciri demam saja, baik DBD maupun Covid-19 juga dicirikan demam tinggi.

"Jadi, sebaiknya jika panas entah Covid-19 atau DBD segera ke fasilitas kesehatan karena seperti di Jogja dan sekitarnya masih tinggi, utamanya perbatasan Yogyakarta, Bantul dan Sleman cukup tinggi jadi perlu waspada juga untuk DBD," jelas dia.

Riris menambahkan, khusus untuk Yogyakarta, mereka yang terindikasi DBD masih tetap terlayani.

Dengan diagnosis rapid test, maka akan segera diketahui jika gejala berat maka akan dilanjutkan perawatan ke rumah sakit.

Baca juga: Unair Tengah Kembangkan Vaksin demi Hadapi Pandemi Covid-19

"Untuk DBD, secara umum masih terlayani. Untuk masyarakat yang penting lakukan 3M plus, yaitu menguras, menutup dan mengubur yang memungkinkan menjadi sarang nyamuk. Mengelola sampah dengan baik jangan sampai berserakan dan syukur pelihara ikan untuk membantu mengatasi jentik nyamuk," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com