Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telanjur Mudik? Epidemiolog UGM Sarankan 3 Hal Ini

Kompas.com - 11/05/2021, 14:16 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jauh-jauh hari sebelum perayaan Idul Fitri, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan agar masyarakat tidak berbondong-bondong pulang ke daerah asal atau mudik.

Namun demikian, mendekati Idul Fitri, masih banyak masyarakat yang kedapatan pulang ke daerah asalnya.

Terkait hal ini, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah melakukan tes acak terhadap 6.742 pemudik yang melalui pos penyekatan.

Dari tes acak tersebut, didapatkan sekitar 4.123 pemudik yang terkonfirmasi positif Covid-19. Melalui data itu, diketahui bahwa lebih dari 60 persen pemudik terkonfirmasi positif.

Baca juga: Epidemiolog UGM: Jangan Abai Prokes meski Sudah Divaksin

Tes acak Covid-19 belum gambarkan angka sebenarnya

Menurut Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama, data tersebut belum bisa menunjukkan gambaran angka sebenarnya karena tes dilakukan secara acak dan tidak disebutkan alat tes deteksi Covid-19 yang digunakan.

"Belum tentu itu angka sebenarnya. Karena untuk menggambarkan kondisi sebenarnya kita perlu kaidah yang benar dalam mengambil sampel secara acak," kata Bayu Satria, seperti dikutip laman UGM, Selasa (11/5/2021).

Bayu menerangkan, jika tes secara acak menggunakan tes rapid antigen, swab PCR, atau Genose C-19 maka angka terkonfirmasi positif sebesar itu menunjukkan hal yang cukup mengkhawatirkan.

Baca juga: Larangan Mudik Lebaran 2021, Epidemiolog UGM Sarankan Hal Ini

Bayu menekankan, angka tersebut tidak bisa menjadi dasar untuk mengatakan secara keseluruhan kondisi gambaran pemudik yang terpapar Covid-19.

"Untuk mencapai gambaran sebenarnya, perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah," ucap Bayu.

Larangan mudik susah dilakukan

Meski demikian, Bayu sepakat bahwa kebijakan pelarangan mudik yang dilakukan oleh pemerintah mengantisipasi adanya gelombang kedua pandemi dan kekhawatiran naiknya kasus Covid-19 seperti yang terjadi di India.

Meski sudah ada larangan mudik, tetap ada saja warga yang memilih mudik jauh-jauh hari, bahkan menerobos pos-pos penyekatan mudik yang telah dijaga petugas terkait.

"Pelarangan mudik susah dilakukan, apalagi tanpa penjelasan dan komunikasi yang bagus dari pemerintah. Misalnya kenapa mudik dilarang, tapi berwisata boleh?" ungkap Bayu Satria.

Baca juga: 5 Jalur Mandiri PTN dengan Biaya Pendaftaran Termurah

Imbauan bagi para pemudik

Ada beberapa hal yang disarankan epidemiolog UGM ini.

  • Pengetatan di wilayah tujuan mudik

Bagi warga yang telanjur mudik di kampung halamannya, perlu dilakukan pengetatan di wilayah tujuan mudik.

Bayu menjelaskan, setiap orang yang mudik harus dilakukan tes Covid-19 sebanyak dua kali di saat kedatangan dan dikarantina terlebih dahulu.

Baca juga: Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri Melalui 5 Jalur Ini

  • Perlu penguatan sistem surveilans dan monitoring kasus di wilayah masing-masing, terutama sampai tingkat RT/RW.

"Apabila sudah dilakukan deteksi dini dan diisolasi dengan cepat kasus yang muncul maka bisa ditekan penyebarannya. Intinya, jika memungkinkan, semua pemudik yang kembali pulang dikarantina dulu lima hari dan dites dua kali," tegas Bayu Bayu.

  • Proses pelaporan di tingkat RT/RW harus bagus

Pencatatan ini dilakukan agar tahu siapa saja pemudik yang datang sampai dengan kontak dan alamat asal untuk dilaporkan ke satgas daerah.

"Hal ini bertujuan untuk mempermudah kontak tracing jika terjadi kasus," katanya

Tetap disiplin protokol kesehatan 

Bayu menekankan, meski ada larangan mudik, sosialisasi penggunaan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan hingga rajin mencuci tangan, tetap menjadi kunci utama penanggulangan penyebaran Covid-19.

Baca juga: Ini Syarat dan Cara Pendaftaran Seleksi Mandiri Universitas Udayana

Kedisiplinan ini terletak di masing-masing individu akan pentingnya mengenai pengetatan protokol kesehatan.

"Edukasi tetap menjadi bagian yang penting dalam pencegahan Covid-19 dan sebaiknya perlu dibuat seragam dari pusat sampai daerah karena sampai saat ini masih belum seragam," pungkas Bayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com