KOMPAS.com- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nadiem Makarim pernah menyampaikan tiga dosa besar yang masih terjadi di dunia pendidikan Indonesia.
Yakni intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan.
Meski selama pandemi Covid-19 kegiatan belajar mengajar masih dilakukan secara daring, namun perundungan masih bisa terjadi.
Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek Sri Wahyuningsih mengatakan, salah satu persoalan yang menjadi fokus Kemendikbud Ristek adalah terkait perundungan.
Persoalan ini tidak hanya berorientasi pada anak perempuan tetapi secara umum.
Karena perundungan bisa dialami baik oleh anak laki-laki maupun perempuan.
Baca juga: Psikolog UGM: Rentan Di-bully, Jangan Beri Stigma Bodoh Anak Disleksia
Menurutnya, dari data Kemendikbud tahun 2019, ada sebanyak 41 persen peserta didik melaporkan mengalami perundungan dengan berbagai jenis.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini belajar dilakukan secara jarak jauh.
Sehingga potensi perundungan terjadi dalam bentuk lain yang tidak dapat langsung dikontrol oleh guru. Khususnya yang belajar dengan metode daring.
"Interaksi antarpeserta didik dilakukan secara daring dan kemudahan akses terhadap sosial media yang tidak mudah dikontrol, sangat berpotensi meningkatkan perundungan (cyber bullying)," urai Direktur Sekolah Dasar seperti dikutip dari Direktorat Pendidikan Sekolah Dasar Kemendikbud, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: Direktur SMP: Guru Garda Terdepan Hentikan Bullying di Sekolah
Menghadapi persoalan tersebut, lanjut Sri, Kemendikbud Ristek telah melakukan berbagai langkah responsif.
Diantaranya melalui kegiatan pendampingan psikososial terhadap peserta didik selama masa pandemi Covid-19.
Kegiatan ini dilakukan sebagai penanganan terhadap dampak negatif Belajar Dari Rumah (BDR), yaitu:
Baca juga: Dosen UNY: Ini Dampak Bullying bagi Korban dan Pelaku, Berikut Pencegahannya
Sri mengungkapkan, penanganan psikososial ini dilakukan dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Fun Learning.