Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Erwin Hutapea
ASISTEN EDITOR

Penyelaras Bahasa dan penulis di Kompas.com, pemerhati kebahasaan, dan pengelola media sosial Bicara Bahasa

“Di-Gojek-in Aja”, Praktik Metonimia dalam Keseharian Kita

Kompas.com - 03/05/2021, 10:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KOMPAS.com – Seorang artis mengunggah video di akun Instagram-nya yang berisi tentang ajakan untuk warga di kompleks perumahannya agar segera melakukan sahur bagi yang akan menjalankan ibadah puasa.

Di bagian takarir (caption), dia menulis mengenai cara membangunkan warga melalui pengeras suara yang dianggap kurang pantas.

Trus etis ga si pake toa masjid bangunin model gini??,” tulis artis tersebut, Kamis (22/4/2021).

Kemudian, video itu viral serta ramai dibicarakan di media sosial dan diberitakan di media massa.

Namun, hal yang akan dibicarakan di sini bukan soal video itu, melainkan penggunaan kata “toa”.

Semua orang mafhum bahwa yang dimaksud dengan toa itu adalah pengeras suara yang biasa digunakan di tempat ibadah, obyek wisata, pasar, pusat perbelanjaan, serta tempat keramaian dan fasilitas umum lainnya.

Akan tetapi, sadarkah kita bahwa sebenarnya toa itu merupakan merek atau jenama suatu produk pengeras suara?

Untuk diketahui, merek dagangnya yaitu TOA, yang diproduksi TOA Corporation, produsen perangkat teknologi komunikasi yang berpusat di Jepang.

Perusahaan ini berdiri pada 1934 dan sudah mendistribusikan berbagai produknya ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

Saking familiarnya orang Indonesia dengan produk tersebut, ketika bicara tentang alat pengeras suara, hampir pasti kata “toa” disebutkan seolah-olah itu nama barang, padahal merek dagang.

Baca juga: Peluluhan Kata Dasar Berawalan KPST

Pengertian

Dalam bahasa Indonesia, fenomena ini disebut sebagai majas metonimia. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, metonimia adalah majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya.

Bicara soal asal-usulnya, kata “metonimia” berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni meto dan onoma. Meto bermakna menunjukkan perubahan, sedangkan onoma berarti nama.

Dengan kata lain, majas metonimia merupakan gaya bahasa yang menyebutkan suatu hal menggunakan kata lain yang berkaitan erat, memiliki arti yang sama, dan sudah umum diketahui oleh masyarakat.

Majas ini lazimnya memakai merek suatu produk sebagai pengganti kata tertentu yang dibicarakan.

Dilihat dari karakteristiknya, ada tiga macam hubungan dalam gaya bahasa metonimia, yaitu temporal, logikal, dan spasial.

Pertama, hubungan temporal terjadi karena kedekatan yang berkenaan dengan waktu antara kata yang menggantikan dan digantikan.

Kedua, hubungan logikal merupakan perubahan makna sebagai bentuk relasi antara benda atau suatu hal yang dinamai dan orang yang menemukannya.

Ketiga, yakni hubungan spasial yang terbentuk karena kedekatan berdasarkan lokasi antara kata yang menggantikan dan digantikan.

Adapun dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf (2007: 99) mengatakan bahwa metonimia merupakan suatu proses perubahan makna yang terjadi karena hubungan erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama.

Klasifikasinya dapat dibagi menurut tempat atau waktu, menurut hubungan isi dan kulit, serta hubungan sebab dan akibat.

Baca juga: Pengertian Majas dan Jenis-jenisnya

Contoh penggunaan

Berikut ini contoh sejumlah merek dagang yang biasa digunakan sehari-hari:

  • Indomie sebagai pengganti mi instan.
  • Aqua sebagai pengganti air mineral.
  • KFC sebagai pengganti rumah makan cepat saji.
  • Coca-Cola sebagai pengganti minuman ringan berkarbonasi.
  • Kodak sebagai pengganti kamera.
  • Honda sebagai pengganti sepeda motor.
  • Jeep sebagai pengganti mobil yang kuat dan serba guna.
  • Odol sebagai pengganti pasta gigi.
  • Levi’s sebagai pengganti celana jins.
  • Rinso sebagai pengganti sabun cuci pakaian.
  • Pampers sebagai pengganti popok bayi.
  • Gramedia sebagai pengganti toko buku.
  • Indomaret sebagai pengganti minimarket.
  • Cutex sebagai pengganti pewarna kuku.
  • Sanyo sebagai pengganti pompa air.

Pada era digital saat ini, ketika keseharian hidup masyarakat di Tanah Air telah terbiasa dengan penggunaan gawai untuk berkomunikasi dan bertransaksi, majas metonimia pun tanpa terasa sering digunakan.

Bahkan, seiring dengan pandemi Covid-19 yang melanda dunia, pertemuan virtual pun menjadi marak dan lazim dilakukan dalam lingkup pekerjaan, keluarga, komunitas, dan lain sebagainya.

Tidak jarang kita mendengar keluarga atau teman kita berkata seperti ini:

  • “Tolong dong WhatsApp foto-foto kita di acara tadi malam.”
  • ”Sekarang kalau mau pesan makanan atau kirim barang itu gampang, tinggal di-Gojek-in aja.”
  • “Dia baru kena PHK karena pandemi, sekarang kerjanya nge-Grab.”
  • “Coba cek ke Tokped, di sana banyak yang jual baju seperti itu.“
  • “Seru juga obrolan kita hari ini walaupun lewat virtual, minggu depan kita nge-Zoom lagi ya.”

Tidak hanya itu, malah satu raksasa multinasional penyedia jasa dan produk internet, yaitu Google, telah begitu merasuk dalam kehidupan manusia zaman modern saat ini hingga akhirnya muncullah istilah “googling”, artinya mencari informasi dan data di bagian pencarian Google.

Masih dalam kelompok usaha yang sama dan tidak kalah tersohornya, merek YouTube sampai-sampai melahirkan istilah "Youtuber", yakni profesi bagi orang yang mengelola kanal YouTube-nya secara profesional.

Baca juga: Bahasa Indonesia Makin Diminati di Korea Selatan

Tidak bisa dimungkiri, kuatnya penjenamaan (branding) suatu produk lewat promosi masif dan berkelanjutan membuat merek tersebut menjadi sangat diingat orang dalam waktu yang lama, bahkan bertahun-tahun.

Terlebih lagi, jika kualitasnya ciamik dan dipakai oleh seorang selebritas atau figur publik yang bisa memengaruhi masyarakat untuk mencontoh idola mereka.

Itulah yang mengakibatkan merek produk tersebut bisa menggantikan penyebutan nama barang atau hal apa pun yang berhubungan dalam keseharian hidup kita.

Omong-omong, menjelang Lebaran nanti, sudahkah Anda menyediakan Khong Guan sebagai camilan untuk keluarga dan handai tolan?

Baca juga: Setahun Pandemi Corona, Istilah Seputar Covid-19 Pun Tercipta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com