Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Pendidikan Hibrida, Ketika Pendidikan Menjadi "Pabrik"

Kompas.com - 31/03/2021, 12:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yohanes Bara Wahyu Riyadi | Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Atma Jaya Yogyakarta

KOMPAS.com - Di pelataran bale-bale seorang Rato atau pemuka adat di kampung adat Ratenggaro, Sumba Barat Daya, secara khusus disediakan lesung kayu untuk mengolah gabah atau sejenisnya menjadi siap masak.

Lesung itu sekaligus menjadi simbol rumah Rato sebagai pusat lumbung pangan sebuah kampung adat.

Karena selain sebagai pusat kegiatan adat dari perayaan kelahiran, penamaan bayi, pernikahan, hingga upacara kematian, rumah pemuka adat yang berada paling tinggi dan di tengah selalu menjadi tempat menyimpan benih-benih unggulan yang secara khusus disimpan di bagian atas atap rumah adat Sumba.

Seperti orang Sumba, keahlian memilih, menyimpan, dan mengembangkan benih unggul juga dimiliki oleh suku lain melalui pengetahahuan turun temurun dan ilmu titen berupa kepekaan terhadap tanda-tanda atau ciri-ciri alam.

Masing-masing suku juga memiliki upacara tradisional dalam setiap aktivitas panen dan tanam yang menjalin hubungan afeksi antara manusia dan alam.

Ketika pendidikan menjadi "pabrik"

Namun sejak perkembangan Revolusi Hijau, khususnya di Indonesia pada 1970 sampai 1980 yang dimotori pemerintahan Orde Baru, tidak ada lagi benih unggulan yang lahir dari keahlian petani membaca alam karena hanya benih hibrida "pabrikan" yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan produksi.

Seperti penyeragaman industri pangan melalui Revolusi Hijau yang menghilangkan makanan (kekayaan) lokal dan kedekatan manusia dengan alam, pendidikan pasca-Revolusi Industri juga mengubah alam raya sebagai ruang belajar manusia menjadi pendidikan yang diartikan sempit berupa institusi pendidikan, kurikulum, kelas, guru, dan nilai angka.

Menjadi lebih sempit dan mengkhawatirkan lagi ketika institusi pendidikan yang mestinya menjadi sarana pertukaran pengetahuan dan menjadikan manusia lebih bermartabat bagi diri, sesama, dan semesta justru menjadi sekadar "pabrik" sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi kebutuhan pekerja pabrik-pabrik industri.

Institusi pendidikan sebagai pabrik semakin sahih melalui UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 65 Nomor 1 yang berbunyi, "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini."

Perizinan berusaha sendiri dalam Pasal 1 Nomor 4 merupakan legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Adapun pada Pasal 1 Nomor 7, yang disebut pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.

Sehingga, UU Cipta Kerja sebagai representasi pemerintah ini memandang institusi pendidikan sebagai badan usaha dan praktisi pendidikan sebagai pelaku usaha ini tak hanya mempersempit makna pendidikan tetapi telah menfinalisasi pendidikan sebagai pabrik SDM.

Fitrah pendidikan Taman Siswa

Pendidikan sebagai soko guru pembangunan bangsa, secara perlahan dan penuh komitmen mesti kembali pada khitahnya sebagai Taman Siswa yang digagas Ki Hadjar Dewantara, taman siswa yang sungguh-sungguh berarti sebuah taman atau tempat bagi siswa untuk bertumbuh dan berkembang.

Upaya ini perlu didorong melalui kesadaran komunal seperti yang ditulis oleh Roem Topatimasang dalam Sekolah Itu Candu (2010) untuk mengembalikan sekolah pada khitahnya sebagai skhole, scola, scolae atau schola (Latin) yang artinya mengisi waktu luang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com