Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Pendidikan Hibrida, Ketika Pendidikan Menjadi "Pabrik"

Kompas.com - 31/03/2021, 12:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Roem menusliskan sekolah sebagai kegiatan mengisi waktu luang memang dijadikan aktivitas oleh laki-laki dewasa zaman Yunani Kuno untuk pergi ke para ahli untuk belajar dan bertanya hal-hal yang perlu mereka kuasai.

Lambat laun karena keterbatasan orangtua untuk menjadi guru bagi anak-anaknya, kebiasaan ber-schola diserahkan pada orang-orang pandai dalam jangka waktu tertentu hingga anak-anak mereka menjadi lebih siap menjalani kehidupan sebagai orang dewasa.

Scolae sebagai proses pola asuh anak akhirnya menjadi sangat sistematis dan metodis melalui karya besar John Amos Comenius, Bapak Pendidikan Modern, dalam Didactica Magna (1657).

Didactica Magna menjadi penanda revolusi pendidikan dari scolae yang artinya aktivitas mengisi waktu luang, belajar, pertukaran pengetahuan, menjadi school yang berarti lembaga pendidikan yang dirancang untuk menyediakan ruang belajar dan lingkungan belajar untuk pengajaran siswa di bawah arahan para guru (Wikipedia).

Artinya, sekolah hari ini adalah sistem, kurikulum, gedung, guru, siswa, dan seterusnya.

Scolae berpatokan pada meningkatan kapasitas berpikir dan bertindak melalui pertukaran pengetahuan, school berpatokan pada berjalannya sebuah sistem dengan penilaian angka sebagai acuan kesuksesan dalam mengukur kualitas pertukaran pengetahuan.

Melalui penyeragaman sistem pendidikan yang kita sebut kurikulum, sekolah menjadi lahan pendidikan hibrida. Terjadi persilangan pengetahuan antara kebutuhan industri dengan sekolah yang menciptakan sumber daya manusia siap kerja yang dianggap sebagai bibit unggul.

"Scolae" dan Kampus Merdeka

Fokus sistem pendidikan pada pemenuhan kebutuhan industri sama halnya benih padi hibrida yang mematikan kemampuan manusia memilih benih unggul melalui pengalaman turun temurun, penyeragaman ini juga menciptakan manusia yang seragam dan mematikan potensi kemanusiaan yang disebut Ki Hadjar Dewantara sebagai cipta, rasa, dan karsa.

Setidaknya ada harapan melalui program Kampus Merdeka dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, yang memberikan 2 semester bagi mahasiswa untuk untuk magang, menjalankan proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian, wirausaha, proyek independen, atau proyek kemanusiaan yang harapannya menumbuhkan Cipta, Rasa, dan Karsa.

Mengembalikan kebebasan pada siswa atau mahasiswa untuk mengembangkan bakat dan minatnya adalah upaya mengembalikan sekolah sebagai pabrik menjadi sekolah sebagai wahana penciptaan kemandirian berpikir dan bertindak seperti yang disebut Sindhunata dalam Teori Kristis Sekolah Frankfurt (2019) sebagai Sapere Aude.

Sapere Aude adalah ajakan untuk melatih akal budi subjektif atau akal budi yang mengarah pada kegunaan. Sehingga, sekolah bukan lagi semata menyiapkan manusia mampu hidup di masa depan, tetapi membangun sikap mental manusia sebagai yang menciptakan masa depan.

Manusia yang sekadar mampu hidup di masa depan adalah yang memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak melalui pekerjaan yang ia lakukan dalam sebuah mesin raksasa bernama industri.

Namun, manusia yang matang dalam cipta, rasa, dan karsa adalah manusia yang mampu menciptakan masa depannya melalui pilihan-pilihan sadar dari olah pikirnya sendiri yang berpatokan pada kegunaannya bagi manusia lain.

Sekolah sebagai pendidikan hibrida menciptakan manusia hibrida yang ditujukan memenuhi kebutuhan industri baik sebagai produsen atau konsumen.

Sedangkan sekolah sebagai scolae akan menciptakan manusia seperti Michelangelo yang mengubah batu buangan menjadi "David", Gunadharma yang merancang Borobudur, orang-orang Konjo yang mengarungi samudra dengan dengan Kapal Pinisi, dan leluhur-leluhur Nusantara lainnya yang belajar melalui scolae.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com