Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Raja Ali Haji Bapak Bahasa Indonesia, Termasuk Karya Sastranya

KOMPAS.com - Google Doodle pada Sabtu, (5/11/2022) memuat sosok Raja Ali Haji sang Pahlawan Nasional.

Siapa Raja Ali Haji yang sosoknya dimuat di Google Doodle? Dia adalah Pahlawan Nasional dari Provinsi Riau. Sosoknya dikenal karena karya Gurindam 12 ciptaannya.

Selain dikenal sebagai sastrawan, sejarah dari Raja Ali Haji adalah ulama, ahli sejarah dan Bapak Bahasa Indonesia yang mendapat penghargaan Pahlawan Nasional 10 November tahun 2004 dengan gelar Bapak Bahasa Indonesia. 

Dalam karya-karyanya, termasuk Gurindam 12 memuat banyak nilai keagamaan, pendidikan karakter, kesejarahan dan kehalusan budi pekerti.

Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), sosok yang muncul di Google Doodle ini adalah cucu dari Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah yang berdarah Bugis. Ia lahir di Selangor, meskipun ada yang menyebut lahir di
Penyengat tahun 1803.

Karena kakeknya bergelar Yang Dipertuan Muda (YDM) di Kesultanan Riau Lingga, otomatis Raja Ali Haji adalah bangsawan yang disegani juga.

Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan yang didapat anak-anak penghuni istana seperti pelajaran agama, dan membaca.

Ia juga suka menumpahkan pengalamannya ke dalam karya sastranya. Seperti perjalanan ke Batavia dan Mekkah mendorong Ali Haji menuliskan pengalamannya di dua peristiwa itu dalam karyanya Tuhfat Al-Nafs.

Perannya dalam pemerintahan dan sebagai ulama juga ia tuliskan dalam karyanya. Gurindam Dua Belas, misalnya, menerangkan ajaran-ajaran moral yang berguna dalam hubungan sesama manusia atau antar manusia dengan Tuhan-nya.

Sementara Thamra Tu Al-Muhammadiyafa, berisi pengalamannya sebagai bangsawan, rakyat, dimana ia menjelaskan peran seorang raja bagi masyarakatnya. 

Raja Ali Haji bersahabat baik dengan siapa saja termasuk Hermann Von De Wall, sarjana kelahiran Jerman, pegawai pemerintahan Hindia-Belanda yag bertugas menyusun kamus Bahasa Melayu-Belanda.

Bekerja dengan Belanda

Raja Ali Haji adalah guru alim yang memiliki tekad kuat untuk memajukan bahasa Melayu. Meskipun ia bekerja dan dibayar oleh Belanda.

Ia berbeda dengan bangsawan lainnya. Raja Ali Haji menurunkan ‘ego’ keningratannya dan melihat manfaat bekerja sama dengan pegawai kolonial untuk tujuan pendidikan.

Ia juga melihat, bersahabat baik dengan seorang Von De Wall ia bisa berbagi minatnya terhadap Bahasa Melayu dan menyusun kamus ekabahasa Melayu.

Hubungan kerja Raja Ali Haji dengan Von de Wall dimulai saat memeriksa karya-karya sejarah dan mengumpulkan kata-kata untuk kamus.

Ikatan kerja saat itu belum didasarkan pada landasan yang formal. Imbalan Raja Ali Haji masih berupa hadiah belum ada wujud uang tunai. Sebenarnya ada tunjangan yang merupakan bagi hasil timah di Pulau Karimun dan Kundur.

Namun hasil tambang itu mengecewakan. Baru pada sekitar akhir 1867 Raja Ali Haji menerima tunjangan bulanan sebesar 30 rial atau dollar Meksiko untuk pekerjaannya mengumpulkan bahan kamus Von de Wall.

Biasanya uang tersebut cukup, namun pada perayaan bulan Islam, seperti Ramadhan dan Zulhijjah, ia meminta upahnya dibayarkan lebih dulu dengan mengurangi jatah bulan berikutnya.

Raja Ali Haji tidak sendirian dalam mengumpulkan naskah-naskah melayu kuno.

Ia mempekerjakan beberapa orang juru tulis dan membayar mereka untuk menulis dan menyalin penjelasan kata-kata.

Raja Ali Haji juga menganggap penting adanya mesin cetak. Dengan itu, ia dapat menghemat dan menekan mahalnya biaya penyalinan karena harus membayar tenaga penulis. Proses penyalinan dengan tenaga manusia juga melelahkan dan membutuhkan waktu yang panjang.

Karya sastra Raja Ali Haji

Google Doodle, memuat sosok Raja Ali Haji karena dedikasinya dalam karya sastra.

Ada dua buku dalam bidang bahasa Melayu yang juga bercampur dengan bidang pendidikan buatan Raja Ali Haji. Pertama, Bustan al-Katibin (1850) dan yang kedua Kitab Pengetahuan Bahasa (1858).

Buah karya beliau yang lain dalam bidang hukum dan pemerintahan yaitu Muqaddima Fi Intizam (1887) dan Tsamarat Al- Muhimmah (1888).

Karya beliau dalam bidang sejarah iaitu Tuhfat Al-Nafis (1865), Silsilah Melayu dan Bugis (1866), Tawarikh al-Sughra, Tawarikh al-Wusta, Tawarikh al-Kubra, dan diperkirakan beliau juga menulis naskah Peringatan Sejarah Negeri Johor dan Sejarah Riau-Lingga dan Daerah Takluknya.

Beliau pun menulis dalam bidang falsafah Melayu yang bersumber daripada agama Islam yang digubah dalam bentuk puisi yakni karya yang sangat termasyhur Gurindam Dua Belas (1847).

Tulisan Raja Ali Haji dalam bidang sastra seperti puisi yaitu Syair Abdul Muluk (1846), Syair Suluh Pegawai (1866), dan Syair Siti Shianah (1866), Syair Awai, Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1895), Syair Taman Permata, dan Syair Warnasarie.

Jenis puisi miliknya sangat khas. Campuran pantun dan syair seperti Ikat-Ikatan Dua Belas Puji (1858).

Dari ketujuh karya besar Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas (Gurindam 12) bisa dikatakan sebagai karyanya yang paling cemerlang. Karya itu sebagai masterpiece.

Sejarawan Aswansi Syahri mencatat, karya ini merupakan produk langka dalam kesusasteraan Riau-Lingga pada masanya.

Gurindam Dua Belas, tampaknya adalah satu-satunya genre sastra dalam bentuk gurindam cara Melayu, yang pernah dihasilkan sepanjang perjalanan sejarah tradisi tulis dan sastra klasik Melayu Riau-Lingga sejak awal abad ke-19 hingga tiga dekade pertama kurun abad ke-20.

Raja Ali Haji juga mengajar di Pulau Pengujan. Jumlah muridnya mencapai 60 dan kebanyakan adalah orang Melayu.

Ia membangun sembilan pondok untuk tempat anak-anak belajar agama. Pondok itu dibangun sendiri, dindingnya adalah kajang. Von der Wall juga sering diajaknya ke sana.

Selain mengajar mengaji, ia juga menyiapkan menulis bahan untuk kamus Von de Wall di Pengujan. Anak-anak yang belajar mengaji juga tinggal di pondok-pondok itu.

Anak-anak yang belajar agama berasal dari pulau-pulau sekitarnya, seperti Tembeling, Busung, Penaga hingga Penyengat.

Sebenarnya, penghasilan Raja Ali Haji tak cukup bagi keluarga dan murid-muridnya. Sebagai solusi untuk mencari penghasilan tambahan, Raja Ali Haji mencoba bercocok tanam, memelihara ternak di Pengujan. Ia juga ikut berdagang. Von de Wall juga beberapa kali membantunya dalam masalah keuangan.

Raja Ali Haji juga pandai bermain gambang. Ia pernah meminta dicarikan sebuah gambang besi, atau tembaga, atau sejenis kromong dari logam di Betawi kepada von de Wall.

Ia tertarik pula memiliki alat musik itu setelah mendengar Von de Wall baru membelinya di Betawi.

Perhatian dan minat Raja Ali Haji akan musik tak terlepas dari pengalamannya selama mengikuti rombongan kunjungan kehormatan ayahandanya, Raja Ahmad Engku Haji Tua, sebagai wakil Kerajaan Riau-Lingga kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bandar Betawi Darul-Masyhur pada tahun 1822.

Kini, jika ingin menemui jejak Raja Ali Haji masyarakat bisa datang ke Makam Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepri. Tahun kematiannya juga jadi perdebatan, meski sebagian besar meyakini meninggal 1873 di Penyengat, Kepri.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/11/05/150323671/sejarah-raja-ali-haji-bapak-bahasa-indonesia-termasuk-karya-sastranya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke