Dia juga mencontohkan, salah satu bukti toleransi dakwah Islam di masa silam adalah kehadiran Menara Kudus yang berada di Masjid Agung Kudus. Menara itu memiliki konstruksi seperti bangunan umat Hindu yang ada di Bali.
"Kalau Menara Kudus menjadi bukti arkeologis, maka menyembelih kerbau juga menjadi bukti tradisi, dalam konteks perdamaian kemudian menjadi relevan. Tidak hanya di Kudus semata, namun juga perlu diadopsi di seluruh dunia, tentang penyampaian Islam secara ramah dan toleran," tuturnya.
Dilansir Kompas.com, Sunan Kudus dilahirkan sekitar tahun 1400 Masehi. Sewaktu dilahirkan, dia diberi nama Ja'far Shadiq.
Sunan Kudus adalah putra dari Sunan Ngudung dan Syarifah Ruhul. Ayah Sunan Kudus, yakni Sunan Ngudung adalah salah satu tokoh penyebaran agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora. Sedangkan ibunya adalah adik Sunan Bonang.
Sebelum berdakwah, Sunan Kudus berguru kepada ayahnya. Dia juga berguru ke beberapa ulama, seperti Kyai Telingsing, Ki Ageng Ngerang, dan Sunan Ampel.
Baca juga: Maulana Malik Ibrahim, Wali Songo Pertama yang Sebarkan Islam di Jawa
Bersama masyarakat Kudus, Sunan Kudus membangun masjid Kudus dengan menara, padasan atau tempat wudhu yang mengadopsi arsitektur bergaya bangunan Hindu-Budha.
Masjid Kudus atau Masjid Al-Aqsa yang dibangun pada tahun 956 H ata 1537 M memiliki menara yang berbentuk seperti candi.
Sunan Kudus mendapat gelar Wali Al-'Ilmi, berarti orang yang memiliki ilmu luas, yang diberikan oleh Wali Songo.
Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1550 Masehi. Dia meninggal saat menjadi imam salat subuh di Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud. Kemudian, dia dimakamkan di lingkungan Masjid Menara Kudus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.