Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
Saat itu Yaqut menjelaskan bahwa Kementerian Agama tidak pernah bermaksud melarang penggunaan toa dan speaker, namun perlu diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Dia kemudian memberikan analogi bahwa suara mengganggu itu misalnya ketika masyarakat mendengar gonggongan anjing dalam waktu bersamaan. Namun, tidak ada kata yang menyamakan azan dengan gonggongan anjing.
Berikut pernyataan lengkapnya:
"Rumah ibadah saudara kita muslim itu bunyikan toa dengan kencang-kencang secara bersamaan, itu rasanya bagaimana? Yang paling sederhana lagi, tetangga kita kalau kita hidup dalam suatu komplek memelihara anjing semua, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, mengganggu, enggak?
Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, ini harus diatur agar tidak menjadi gangguan.
Speaker di mushala, masjid, monggo dipakai, silakan dipakai. Tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Agar niat menggunakan toa, menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus saling hargai. Itu saja intinya."
Akan tetapi, pernyataan yang diunggah di media sosial itu tidak lengkap dan dipotong. Sehingga, ada bagian yang tidak ditampilkan, terutama pernyataan bahwa tidak ada larangan penggunaan toa dan speaker.
Ini pernyataan Yaqut yang dipotong:
"Speaker di mushala, masjid, monggo dipakai, silakan dipakai. Tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu...
Agar niat menggunakan toa, menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus saling hargai. Itu saja intinya."
Kementerian Agama juga telah memberikan klarifikasi atas pernyataan Menag Yaqut.
Kemenag menyatakan keberatan terhadap dua pemberitaan di media, sehingga terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Berikut klarifikasi Kemenag.
Sebelum munculnya pernyataan kontroversial, Menag Yaqut menerbitkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala pada 21 Februari 2022.
SE itu mengatur sejumlah ketentuan, seperti volume pengeras suara di masjid dan mushala maksimal 100 desibel dengan kualitas suara yang bagus atau tidak sumbang.