Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Kompas.com - 13/05/2024, 15:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BUS yang membawa siswa-siswi SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan di wilayah Palasari, Subang, Jawa Barat (11/5).

Bus yang membawa para siswa dan guru selepas acara perpisahan di Bandung tersebut diduga mengalami rem blong saat melaju ke arah Subang dari Tangkuban Parahu.

Akibat rem blong, bus menabrak beberapa kendaraan, baik yang sedang melaju maupun sedang terparkir, sebelum akhirnya bus menabrak tiang listrik lalu terguling dan berhenti.

Akibatnya, 10 dari 57 penumpang bus beserta seorang warga sekitar TKP tewas. Sedangkan sisanya mengalami luka-luka.

Belakangan bus dengan “merk” Putera Fajar tersebut diduga memiliki banyak pelanggaran adminsitratif maupun teknis.

Pihak Kemenhub maupun Dishub Wonogiri kemudian angkat bicara soal pelanggaran administrasi. Bus dengan Nopol AD7524OG tersebut ternyata izin trayek dan masa berlaku uji berkalanya sudah habis.

Dishub Wonogiri juga menegaskan bahwa bus nahas tersebut sebenarnya memiliki izin trayek AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), bukan izin pariwisata.

Secara teknis, karoseri (body) bus juga diduga tidak sesuai dengan chasis-nya. Bus dengan chasis Hino AK1JRKA tersebut tidak cocok dipasangkan dengan body Super High Deck (SHD) seperti yang terpasang pada saat kecelakaan.

Hal ini dikarenakan ada batas minimal Gross Vehicle Weight (GVW), yakni diatas 18 ton untuk chasis yang aman dipasangkan dengan body SHD.

Baca juga: Ubah Sasis Bodi Bus Tetap Dilakukan meskipun Tanpa Rekomendasi

Faktanya Hino AK1JRKA hanya memiliki GVW tidak sampai 15 ton sehingga tentunya membahayakan jika dipasangkan dengan body SHD. Risiko terguling dan lepas kendali menjadi lebih besar. Dan hal itulah yang kemudian terjadi di bus Putera Fajar tersebut.

Maka pengusutan kecelakaan ini diharapkan tidak hanya berhenti ke sopir yang menjalankan bus, tapi juga pihak-pihak yang membiarkan bus tersebut beroperasi. Misal dari pihak perusahaan atau pemilik bus, dan juga pihak yang melakukan perubahan body yang tidak sesuai dengan chasis.

Adanya pengusutan yang lebih luas akan memberikan efek deterrence untuk pihak yang mau melakukan persewaan bus yang tidak layak dan juga untuk bengkel body yang biasa menerima pergantian atau modifikasi body tidak sesuai ketentuan.

Peran KNKT penting karena investigasi yang dilakukan seringkali lebih mendalam. Penyidik perlu mendalami hasil laporan akhir KNKT atas kecelakaan ini, dan melihatnya sebagai petunjuk pengembangan perkara.

Jika perkara kecelakaan hanya berakhir di operator di lapangan (sopir), bukan tidak mungkin peristiwa serupa akan terjadi karena akarnya, yakni pemilik bus dan bengkel nakal, tidak tersentuh.

Bengkel akan tetap menerima modifikasi body bus tanpa memerhatikan aspek keselamatan. Pengusaha bus nakal akan mencari bus bekas dengan harga murah dan memodifikasinya dengan hanya berdasarkan tampilan, misal body SHD atau body “gagah” lain yang cenderung memikat penyewa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com