Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kompas.com - 12/05/2024, 20:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kecelakaan bus yang mengangkut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok, Jawa Barat, menambah daftar panjang kecelakaan bus pariwisata di Indonesia.

Bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat itu dilaporkan tidak mengantongi izin angkutan.

Kepala Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aznal mengatakan, status lulus uji berkala bus Trans Putera Fajar bernomor polisi AD 7524 OG itu pun telah kedaluwarsa.

"Pada aplikasi Mitra Darat, bus tersebut tercatat tidak memiliki izin angkutan," kata Aznal dalam keterangannya dikutip Kompas TV, Minggu (12/5/2024).

Uji KIR Desember 2023

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tegah, Waluyo menyebut, status lulus uji KIR telah berakhir per Desember 2023.

Tak hanya itu, bus yang terlibat kecelakaan tersebut juga masih berstatus bus antarkota dalam provinsi (AKDP).

"Kaitannya dengan kewenangan kami kan uji KIR. Dari dokumen kami, uji KIR ini berakhir Desember 2023, tapi statusnya itu masih AKDP," kata Waluyo.

KIR (dari bahasa Belanda KEUR) adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kelayakan teknis kendaraan bermotor, terutama yang mengangkut penumpang atau barang.

KIR adalah kewajiban bagi kendaraan komersial yang melakukan layanan angkutan transportasi

Baca juga: 4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan


Pengusaha bus harus ikut diperkarakan

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan, ketidaktertiban perusahaan dalam mengurus izin dan uji layak menjadi salah satu masalah utama kecelakaan bus di Indonesia.

Padahal menurutnya, pendaftaran dan pengurusan izin kendaraan saat ini telah dipermudah melalui sistem daring atau online.

Menurut Djoko, pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat. Bahkan, harus ada sanksi bagi pengusaha perusahaan otobus (PO) yang lalai terhadap tertib administrasi.

"Sudah saatnya pengusaha bus yang tidak tertib administrasi diperkarakan. Selama ini, selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus," kata Djoko kepada Kompas.com, Minggu.

Akademisi di Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu mempertanyakan perusahaan bus yang sangat jarang terseret hingga ke pengadilan jika ada kecelakaan bus.

Dia menilai, pemilik lama kendaraan seharusnya ikut bertanggung jawab agar kejadian serupa dengan penyebab yang sama tak kembali terulang.

"Polisi harus berani memperkarakan pengusaha bus termasuk pengusaha lama," tegasnya.

Sebab, selama ini, sangat jarang terdengar kabar bahwa polisi menindak pengusaha bus yang tidak taat aturan.

Baca juga: Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Bus bekas AKAP dan AKDP, tidak ada sabuk pengaman

Menurut Djoko, hampir semua bus pariwisata yang terlibat kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas bus antarkota antarprovinsi (AKAP) maupun AKDP.

Korban-korban yang berjatuhan pun memiliki pola sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan serta badan bus yang sudah keropos, menyebabkan tubuh penumpang tergencet.

"Pemerintah membuat aturan batas usia kendaraan bus tapi setengah hati. Bus yang lama tidak di-scrapping (dihancurkan)," kata dia.

Sebaliknya, bus-bus tua lebih sering dijual kembali sebagai kendaraan umum karena masih terpasangi pelat kuning.

Hal tersebut berimbas pada kendaraan yang bisa dilakukan uji KIR tetapi tidak terdaftar di Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (Spionam) alias tidak berizin.

Spionam sendiri merupakan layanan yang memberikan kemudahan bagi operator dalam mengajukan perizinan di bidang angkutan dan multimoda.

"Hingga saat ini tidak ada upaya bagaimana mengatasi hal ini," tutur Djoko.

Direktorat Lalu Lintas Ditjen Hubdat Kemenhub mencatat, total terdapat 16.297 unit kendaraan pariwisata di Indonesia per November 2023.

Namun, baru 10.147 bus atau 62,26 persen yang terdaftar di Spionam. Sementara 6.150 bus atau 37,74 persen sisanya masuk dalam daftar angkutan liar atau tidak berizin.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini menyampaikan, Ditjen Hubdat memiliki perpanjangan tangan di daerah melalui Badan Pengelola Transportasi Daerah (BPTD) dan Dinas Perhubungan setempat.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa segera melakukan sidak ke sejumlah lokasi destinasi wisata.

"Pasti akan menemukan sejumlah bus wisata yang bermasalah," kata Djoko. 

Baca juga: Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com