KOMPAS.com - Cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi menjadi salah satu penyebab banjir di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada Selasa (16/4/2024).
Dikutip dari AP News, hujan mulai turun pada Senin (15/4/2024) dengan curah hujan sekitar 20 milimeter.
Namun, intensitasnya terus meningkat hingga mencapai 142 milimeter pada Selasa (16/4/2024) malam waktu UEA. Angka tersebut mendekati rata-rata curah hujan tahunan sekitar 100 milimeter.
Dilansir dari Sky News, akibat banjir tersebut, kawasan permukiman, jalanan utama, dan Bandara Internasional Dubai lumpuh total.
Baca juga: Dihantam Badai, Kota Mewah Dubai Terendam Banjir
Seorang ahli meteorologi UEA, Ahmed Habib menyebutkan, penyemaian awan (cloud seeding) menjadi penyebab curah hujan tinggi berujung banjir di Dubai.
Namun, Wakil Direktur Jenderal Pusat Meteorologi UEA (NCM), Omar AlYazeedi membantah hal tersebut.
Sebagai informasi, NCM merupakan satuan tugas pemerintah yang bertanggung jawab untuk merekayasa cuaca, termasuk kebijakan cloud seeding di UEA.
Omar membantah pendapat Ahmed yang menyebut institusinya telah melakukan teknik modifikasi cuaca menjelang badai besar di seluruh negeri.
Menurut Omar, NCM tidak mengirimkan pilot untuk operasi penyemaian sebelum atau selama badai yang melanda UEA.
“Salah satu prinsip dasar penyemaian awan adalah harus menargetkan awan pada tahap awal sebelum hujan turun. Apabila terjadi situasi badai petir yang parah, maka sudah terlambat untuk melakukan operasi cloud seeding,” ungkap Omar, dikutip dari CNBC, Rabu (17/4/2024).
Baca juga: Saat Dubai Dilanda Banjir, Kota dan Bandara Lumpuh
Dilansir dari BBC, cloud seeding adalah teknologi penyemaian awan yang melibatkan manipulasi awan yang ada untuk membantu menghasilkan lebih banyak hujan.
Ketika akan melakukan cloud seeding, NCM akan memeriksa ramalan cuaca untuk mengamati pola curah hujan di awan.
Lembaga tersebut juga akan mengidentifikasi awan yang cocok untuk dilakukan penyemaian.
Setelah menemukan awan yang cocok, NCM akan menginstruksikan pilot untuk menerbangkan pesawat khusus yang dilengkapi dengan suar higroskopis di sayap pesawat.
Setiap suar akan mengandung sekitar satu kilogram komponen mineral garam. Komponen tersebut membutuhkan waktu tiga menit untuk terbakar.