Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain China, Belanda Juga Melaporkan Kasus Pneumonia Misterius pada Anak

Kompas.com - 28/11/2023, 16:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peningkatan kasus pneumonia misterius pada anak di China menimbulkan kekhawatiran baru di dunia.

Laporan pertama muncul pekan lalu, yang menyebut bahwa rumah sakit anak di Beijing dan Liaoning dipenuhi oleh anak-anak yang datang dengan penyakit pneumonia.

Otoritas kesehatan China kini sedang menyelidiki kasus pneumonia misterius tersebut.

Pneumonia adalah istilah umum untuk peradangan paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

Baca juga: Wabah Pneumonia Misterius Menyerang Anak-anak di China, Ini Gejalanya

Dilaporkan di Belanda

Kini, Belanda disebut juga mengalami peningkatan kasus pneumonia serupa pada anak-anak, dikutip dari The Messenger.

Dengan demikian, Belanda menjadi negara kedua yang melaporkan wabah serupa pada pekan ini.

Institut Penelitian Layanan Kesehatan Belanda (NIVEL) melaporkan, 80 dari setiap 100.000 anak berusia antara 5 dan 14 tahun menderita pneumonia pada minggu lalu.

Ini adalah wabah pneumonia terbesar yang pernah dicatat NIVEL dalam beberapa tahun terakhir.

Pada puncak musim flu 2022, ketika kasus pneumonia paling umum terjadi, tercatat ada 60 kasus untuk setiap 100.000 anak dalam kelompok umur tersebut.

Baik NIVEL maupun Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, keduanya tidak dapat memberikan penjelasan terkait peningkatan kasus pneumonia ini.

Baca juga: Wabah Pneumonia Misterius Menyerang Anak-anak di China, Mungkinkah Sampai ke Indonesia?

Sorotan WHO

Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa China mengaitkan peningkatan jumlah pasien rawat inap sejak bulan Oktober dengan patogen yang diketahui, seperti adenovirus, virus influenza, SARS-CoV-2, dan RSV.

Namun, ada peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit sejak bulan Mei, khususnya di kota-kota bagian utara seperti Beijing karena Mycoplasma pneumoniae, sebuah bakteri yang menginfeksi paru-paru.

WHO kemudian meminta informasi termasuk hasil laboratorium dan data terkait tren penyebaran penyakit pernapasan di China.

Kendati demikian, China belum mendeteksi adanya patogen aneh atau baru terkait peningkatan kasus pneumonia belakangan, dikutip dari Reuters.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Kasus Pneumonia Misterius di China

Meningkatnya penyakit pernapasan terjadi ketika China bersiap menghadapi musim dingin penuh pertama sejak negara itu mencabut pembatasan ketat Covid-19 pada Desember tahun lalu.

Banyak negara lain mengalami peningkatan penyakit pernapasan serupa setelah pelonggaran kebijakan pandemi.

Ahli epidemiologi University of Hong Kong Benjamin Cowling mengaku tak terkejut dengan gelombang penyakit ini.

"Ini adalah 'lonjakan musim dingin' yang biasa terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut," kata Cowling, dikutip dari Nature.

"Hal ini terjadi pada awal tahun ini, mungkin karena meningkatnya kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan akibat tindakan Covid-19 selama tiga tahun," sambungnya.

Baca juga: Batuk, Demam, dan Sakit Kepala, Kenali 9 Gejala Pneumonia yang Perlu Diwaspadai Berikut Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com