KOMPAS.com - Serangan udara Israel menghantam kamp pengungsian padat penduduk Jabalia, Gaza pada Selasa (31/10/2023).
Setidaknya, 50 warga Palestina dan seorang komandan Hamas disebut menjadi korban dalam serangan itu, dikutip dari Reuters.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa serangan di Jabalia telah membunuh Ibrahim Biari yang diklaim sebagai pemimpin serangan 7 Oktober 2023.
Namun, Juru bicara Hamas, Hazem Qassem membantah adanya komandan senior di sana dan menyebut klaim tersebut sebagai dalih Israel untuk membunuh warga sipil.
Hamas juga mengeklaim ada 400 warga tewas dan terluka di Jabalia.
Baca juga: Saat China Hapus Israel dari Peta...
Baca juga: 5 Fakta Iron Dome, Pertahanan Terkuat Milik Israel untuk Melawan Hamas
Dikutip dari laman UNRWA PBB, Jabalia merupakan kamp pengungsi terbesar dari delapan pengungsi di Jalur Gaza.
Jabalia terletak di utara Kota Gaza, dekat dengan sebuat wilayah dengan nama yang sama.
Kamp ini juga berlokasi tak jauh dari Rumah Sakit Indonesia.
Setelah Perang 1948, para pengungsi menetap di kamp tersebut. Mereka sebagian besar melarikan diri dari desa-desa di Palestina selatan.
Saat ini, luas kamp tersebut hanya 1,4 kilometer persegi dan dihuni oleh 116.011 pengungsi Palestina yang terdaftar di UNRWA.
Jabalia adalah kamp yang paling dekat dengan perbatasan Erez, terletak antara Jalur Gaza dan Israel.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), lebih dari 21.000 warga Palestina melintasi Erez untuk bekerja di Israel setiap hari sebelum intifada kedua.
Baca juga: Saat China Hapus Israel dari Peta...
Kebijakan baru diterapkan pada awal intifada kedua pada September 2000 dan diperketat setelah Juni 2007, ketika Jalur Gaza dikuasai oleh Hamas.
Berdasarkan kebijakan baru ini, hanya orang-orang dengan kategori tertentu berdasarkan persetujuan Israel yang berhak mendapatkan izin keluar dan harus melalui pemeriksaan keamanan.