Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Meneropong Astrobiologi

Kompas.com - 12/08/2023, 08:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA akui bahwa terminologi kelirumologi adalah buatan saya, namun astrobiologi sungguh mati bukan buatan saya.

Astrobiologi atau juga disebut eksobiologi atau xenobiologi merupakan terminologi yang dibuat oleh tim gabungan ilmuwan astronomi, biologi, fisika, kimia dan geologi sebagai ilmu multidisipliner yang berupaya mencari kehidupan ekstraterestrial alias di luar planet bumi.

Wawasan riset astrobiologi meliputi kondisi-kondisi awal kehidupan demi mencari dunia lain yang bisa dihuni oleh manusia di samping mencari bukti-bukti asal-muasal kehidupan di planet bumi sendiri demi lebih memahami makna apa yang disebut sebagai “hidup”.

Astrobiologi semula mempelajari meteor, asteroid dan benda-benda yang jatuh dari angkasa luar ke permukaan bumi.

Setelah gagal menemukan indikasi kehidupan pada benda langit yang jatuh ke bumi, maka para astrobiolog meneliti bebatuan yang dibawa oleh para astronaut dari permukaan rembulan dengan hasil juga tidak menemukan tanda-tanda kehidupan.

Namun para astrobiolog tetap memiliki harapan menemukan kehidupan pada para planet yang mengitari matahari atau pada para rembulan yang mengitari para planet. Atau nun jauh di galaksi lain.

Berdasar pengamatan bahwa kehidupan di planet bumi mutlak tergantung pada unsur karbon yang multi-kompleks, maka layak disimpulkan bahwa kehidupan mutlak tergantung pada cairan air.

Akibat para planet terletak terlalu dekat atau terlalu jauh dari matahari sehingga air setempat bisa membeku atau menguap, maka para astrobiolog mendefinisikan zona kehidupan pada jarak orbital yang memungkinkan air dalam bentuk cair hadir di permukaan planet.

Untuk sementara ini diyakini bahwa hanya planet bumi yang memiliki zona kehidupan di sistem tata surya.

Namun dari fotografi serta lain-lain data dari pesawat luar angkasa dispekulasikan bahwa air dalam bentuk cair pernah mengalir di permukaan planet Mars. Bahkan pada masa kini, air masih tersedia dalam kuantitas cukup berlimpah di bawah permukaan planet merah tersebut.

Para astrobiolog dari berbagai bangsa secara berkelanjutan menggunakan robot berkecerdasan buatan untuk mencari bukti masa lalu dan masa kini tentang kehidupan terutama di bawah permukaan tanah di mana diduga air masih mengalir di planet Mars.

Juga program luar angkasa Galileo yang diluncurkan pada 1989 mengindikasikan bahwa para rembulan yang mengitari Jupiter seperti Eropa, Ganimed dan Kalisto maupun Enceladus yang mengitari Saturnus diduga mengandung air yang masih harus dieksplorasi lebih jauh.

Bahkan Titan sebagai rembulan terbesar Saturnus diduga memiliki atmosfer cukup meyakinkan untuk memungkinkan kehidupan di permukaan dingin dengan danau es terbentuk dari likuid methanol dan ethanol.

Untuk sementara ini para astrobiolog masih belum mampu memastikan bentuk dan jenis “kehidupan” di planet atau rembulan di galaksi tata surya.

Namun berdasar eksperimen yang sudah dilakukan diasumsikan kehadiran mikroba terdiri dari mahluk sel tunggal yang mampu tumbuh dan bertahan hidup di lingkungan ekstrem panas maupun dingin.

Meski tidak tertutup kemungkinan adanya “kehidupan” yang sama sekali beda dengan definisi “kehidupan” yang ditemukan manusia di planet bumi.

Di samping mendompleng penerbangan luar angkasa seperti di serial Star Trek atau Space Odyssey, penelitian astrobiologi mencari kehidupan di luar planet bumi juga dilakukan secara audio-akustik dengan teknologi radio mengirimkan suara-suara beraturan ke luar angkasa seperti di dalam film “Close Encounter of Third Kind” atau secara visual melalui teleskop melalui program SETI sebagai akronim Searches of Terresterial Inteligence alias Pencarian Kecerdasan di Luar Planet Bumi.

Sementara homo sapiens era The Age of Universes dengan bekal keilmuan astrobiologi masih terus berjuang mencari bukti “kehidupan” di luar planet bumi, masyarakat adat Amerika Tengah seperti Maya, Inka, Aztek, Olmek, Zapotek sejak dahulu kala telah yakin kakek-nenek moyang umat manusia berasal dari luar angkasa yang sempat datang ke planet bumi.

Bahkan bukan mustahil bahwa mahluk luar angkasa tersebut sebenarnya masih berada di planet bumi, namun umat manusia dengan segenap keterbatasan daya iptek dan daya tafsir masih belum mampu mendeteksi kehadiran para mahluk luar angkasa yang berada di dimensi entah ke berapa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com