Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Kota di Florida Dikarantina akibat Serangan Siput Raksasa Afrika yang Mematikan

Kompas.com - 21/06/2023, 18:15 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para pejabat di Negara Bagian Florida telah menetapkan sebagian kota di wilayahnya sebagai zona karantina sejak Selasa (20/6/2023).

Dikutip dari USA Today, Departemen Pertanian dan Layanan Konsumen Florida (FDACS) menyatakan, karantina tersebut bertujuan untuk menghentikan penyebaran siput raksasa Afrika, yang salah satunya ditemukan di daerah Miramar, Broward County, awal Juni ini.

Karantina tersebut akan mencakup area Pembroke Road dan South University Drive di Broward County.

Penduduk setempat dilarang memindahkan persediaan tanaman yang dapat menjadi tempat telur moluska raksasa tersebut.

Aturan ini juga berlaku untuk tanaman, tanah, kompos, sampah pekarangan, dan puing-puing yang dapat menjadi tempat tinggal siput atau telurnya.

Baca juga: Arkeolog Temukan Rumah Sakit dan Kuburan di Bawah Laut di Florida


Akan dibasmi menggunakan pestisida metaldehida

FDACS akan menangani area yang terkena dampak siput Afrika dengan pestisida yang disebut metaldehida alias "umpan siput".

Pestisida ini juga telah disetujui oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS untuk digunakan pada tanaman dan di area permukiman.

Pestisida metaldehida bekerja dengan menargetkan siput yang berlendir khas itu, menghambat kemampuan mereka untuk menghasilkan lendir, dan menyebabkannya dehidrasi.

Selain itu, pestisida tersebut juga akan membuat masalah pencernaan dan mobilitas yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada siput raksasa tersebut dalam hitungan hari, menurut FDACS.

Baca juga: Cara Membasmi Hama Siput di Pekarangan Rumah

Salah satu spesies yang paling merusak di dunia

Dikutip dari New York Post, siput darat raksasa Afrika mampu menyebabkan kerusakan yang luas pada lingkungan tropis dan subtropis, yang berarti dapat menghancurkan pertanian dan satwa liar di Florida.

Faktanya, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) melaporkan bahwa pemerintah membutuhkan waktu 10 tahun dan dana sebesar 1 juta dollar AS untuk membasmi siput ini setelah penemuan pertamanya di Florida Selatan pada 1960-an.

Sayangnya, spesies ini kembali ditemukan pada 2011 dan saat itu menghabiskan dana hampir 23 juta dollar AS.

Baca juga: Bagaimana Siput dan Hewan Moluska Lainnya Membuat Cangkang?

Bisa menyebabkan penyakit pada manusia

Dijuluki sebagai salah satu siput paling merusak di dunia, spesies ini diketahui telah mengonsumsi setidaknya 500 jenis tanaman dan bahan nonorganik lainnya, seperti plesteran.

Selain itu, siput ini juga pembawa cacing paru tikus, parasit yang menyebabkan meningitis pada manusia.

Kata "raksasa" pada namanya merujuk pada kemampuannya untuk tumbuh hingga sekitar 8 inci panjangnya, seukuran kepalan tangan pria dewasa dan menjadikannya salah satu moluska terbesar di dunia.

Siput raksasa Afrika itu juga dapat bertelur sebanyak 1.200 butir per tahunnya dan menyimpan hingga 200 butir telur per kelompok.

Oleh karena itu, siput ini mendapatkan tempat di puncak daftar spesies invasif AS.

Siput raksasa Afrika ini sebelumnya sudah pernah diberantas dua kali di Florida. Deteksi pertama dilakukan pada 1969 dan diberantas pada 1975.

Sementara itu, baru-baru ini, upaya selama 10 tahun di Miami-Dade County yang menelan biaya 23 juta dollar AS berakhir pada 2021 setelah mengumpulkan sekitar 170.000 siput.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Analisis Gempa M 6,5 di Garut, BMKG: Bukan Megathrust

Analisis Gempa M 6,5 di Garut, BMKG: Bukan Megathrust

Tren
Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Tren
7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

Tren
Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com