Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Dramatisasi Sejarah

Kompas.com - 10/05/2023, 06:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJARAH kerap kali didramatisasi agar lebih menarik disimak. Satu di antara dramatisasi sejarah yang paling termashur adalah foto di Pulau Iwo Jima, Jepang.

Foto itu menampilkan adegan dramatis para serdadu Amerika Serikat sedang gotong royong menegakkan tiang bendera Amerika Serikat di puncak gunung Suribachi yang terletak di barat daya pulau Iwo Jima sebagai benteng pertahanan Jepang.

Foto yang dijepret dengan kamera non-digital oleh fotografer United Press, Joe Rosenthal pada 23 Februari 1945 tersebut telah ternobatkan sebagai foto paling legendaris tentang Perang Dunia II.

Foto tersebut makin legendaris setelah pada 1945, Joe Rosenthal memperoleh Anugerah Pulitzer.

Bahkan kemudian foto legendaris tersebut dipakai sebagai model oleh Felix de Weldon ketika membangun Monumen Peringatan Perang Korps Marinir Amerika Serikat yang lokasinya berada di seberang Taman Makam Pahlawan Arlington, Washington, D.C.

Di masa kini para sejarawan sepakat bahwa sebagai karya seni fotografi, foto pengibaran bendera Amerika Serikat di Iwo Jima layak dianggap legendaris karena memang spektakular.

Namun sebenarnya foto tersebut di samping dipuja-puji juga cukup banyak dikritik akibat dianggap tidak merekam adegan bersejarah secara otentik sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Menurut pengakuan Joe Rosenthal sendiri, foto tersebut memang dibuat sehari setelah marinir Amerika Serikat berhasil merebut puncak Gunung Suribachi sebagai lokasi paling strategis untuk menguasai pulau Iwo Jima yang semula dikuasai tentara Jepang.

Karena belum sempat membuat foto adegan penaklukan bukit Suribachi, maka Joe Rosenthal meminta para serdadu medis secara khusus bergaya menegakkan tiang bendera Amerika Serikat untuk secara khusus difoto oleh Joe Rosenthal.

Foto itu kemudian dikirim ke media massa Amerika Serikat dan sekutunya untuk dipublikasikan ke seluruh dunia termasuk Indonesia yang pada masa itu masih disebut sebagai Hindia Belanda.

Berarti foto legendaris dari pertempuran Iwo Jima memang merupakan rekayasa adegan yang sengaja dilakukan bukan untuk berdusta atau ingkar kenyataan, namun demi menambah bobot dramatika pada suatu peristiwa bersejarah.

Sebelum teknologi fotografi hadir, di alam seni-rupa sudah sering dilakukan dramatisasi sejarah.

Misalnya adegan George Washington menyeberang Sungai Delaware pada 1776 dilukis oleh Emanuel Leutze pada tahun 1851.

Makna kronologis yang sama juga terkandung pada fakta Raden Saleh tahun 1857 melukis adegan Pangeran Diponegoro ditangkap secara curang oleh Letnan Jenderal VOC, Hendrik Merkus de Kock pada tahun 1830.

Terlepas dari kemelut polemik mengenai otentitas foto Iwo Jima, secara subyektif saya pribadi mengagumi dan menghormati Joe Rosenthal sebagai pencipta mahakarya fotografi jurnalistik yang memang luar biasa dramatis dan spektakular sehingga akan abadi dikenang sepanjang masa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Update Kasus Pembunuhan Vina, Bareskrim Turun Tangan dan Dugaan Kejanggalan BAP

5 Update Kasus Pembunuhan Vina, Bareskrim Turun Tangan dan Dugaan Kejanggalan BAP

Tren
Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Tren
Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah per Hari Selama Sebulan?

Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah per Hari Selama Sebulan?

Tren
3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Tren
Pesona Air Terjun

Pesona Air Terjun

Tren
Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Tren
Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Tren
Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Jemaah Tolong Jemaah, Kisah Manis Persaudaraan di Madinah

Jemaah Tolong Jemaah, Kisah Manis Persaudaraan di Madinah

Tren
Kata BWF soal Keputusan Kevin Sanjaya Pensiun dari Bulu Tangkis

Kata BWF soal Keputusan Kevin Sanjaya Pensiun dari Bulu Tangkis

Tren
Seorang Pria yang Diduga Terafiliasi Jemaah Islamiyah Serang Kantor Polisi Malaysia, 2 Petugas Meninggal Dunia

Seorang Pria yang Diduga Terafiliasi Jemaah Islamiyah Serang Kantor Polisi Malaysia, 2 Petugas Meninggal Dunia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com