Oleh: Suherman*
Sekolah pagi pasti ragaku ini berlari. Paksa mimpi yang tak satupun ku mengerti. Terlempar kepala dipaksa pintar, terdampar moral digoda bingar. Don't just give us the judge. Di balik tembok isi kepala seakan digembok. Selaksa dogma ditimpa hingga bongkok. Bila teriak merdeka bersiaplah ditabok atau dikatain. . . and my soul is empty. And my dream was dying. My soul fall in the dark side. And I lose my life. Di sana dijuluki penjara paling indah. Tapi tak berikan bukti apa-apa. Hanya seabruk aturan yang tak pernah diterapkan.
ITULAH sebagian lirik dari lagu School Revolution, salah satu lagu unggulan VOB (Voice Of Baceprot) dalam tour Eropa dan festival musik metal dunia, Wacken Open Air 2022, di Jerman.
Lagu tersebut diciptakan Abah Erza, pendiri VOB, setelah melakukan riset selam tujuh tahun. Lirik berisi kritikan tajam terhadap praktik pendidikan dan sempat memicu kontroversi serta polemik di kalangan guru, karena Abah merupakan seorang guru dan bagian dari sistem.
Cep Ersa Eka Susila Satya, nama asli Abah Erza, semakin menjadi buah bibir karena VOB berhasil mencuri perhatian dunia dan dinobatkan sebagai band terheboh dengan penonton terbanyak di Stengade Denmark.
VOB, band metal hijaber milenial satu-satunya di dunia, adalah buah manis dari keyakinan Abah dalam mendidik manusia dengan memakai metode mendengar dan membersamai.
Menurut Abah, kaum milenial dan generasi Z sedang berada dalam fase di mana mereka memerlukan telinga untuk mendengarkan pikiran dan jiwanya.
Otak mereka sudah penuh dijejali dengan perintah, keharusan, instruksi, dan larangan di rumah, di sekolah dan di tempat ibadah dari orang-orang yang menginginkan dirinya seperti apa yang mereka ucapkan.
Seolah-olah hak mereka untuk berbicara dirampas oleh orangtua, guru dan para pendakwah.
Mereka ingin hidup merdeka menurut cara dan keinginannya sendiri. Mereka ingin memaknai dan membangun dunia mereka sendiri.
Para siswa ingin hidup merdeka seutuhnya sebagaimana cita-cita atau visi pendidikan yang diutarakan Ki Hadjar Dewantara seabad yang lalu.
Visi pendidikan Ki Hadjar yang paling fundamental adalah melahirkan manusia merdeka seutuhnya, seperti yang dikatakannya pada acara kongres PPPKI (Permufakatan Persatuan Pergerakan Kebangsaan Indonesia) pertama pada 1928, “Manusia merdeka yaitu manusia yang lahir dan batinnya tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.“
Pada rapat umum Taman Siswa 2 Februari 1930, Ki Hadjar juga mengatakan, “usaha kita itu ialah untuk membentuk manusia merdeka segala-galanya: merdeka pikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka pula tenaganya supaya dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah air.”
Untuk mencapai visi tersebut, maka pendidikan harus menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kodrat manusia, karena De natuur is sterker dan de leer (kodrat itu lebih kuasa dari pada pengajaran).
Pendidik hanya berkewajiban memperhatikan supaya anak dapat tumbuh menurut kodratnya.