Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Masyarakat Linguistik Indonesia
Komunitas Kajian Bahasa

Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) adalah himpunan profesi yang menghimpun bahasawan, dosen, guru, mahasiswa, peneliti, maupun pengamat bahasa atau siapa saja yang tertarik dengan kajian bahasa dari seluruh Indonesia dan bahkan mancanegara.

Geser Gusur Bahasa Daerah dan Sindrom "Anak Lupa Diri"

Kompas.com - 13/04/2022, 10:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Muzakki Bashori

Sudah minum dèrèng (belum)?’
‘Mboten, mboten (tidak, tidak). Jangan seperti itu.’

Ekserp di atas adalah potongan kecil penggalan dialog sehari-hari saya dengan anak saya yang masih berusia 18 bulan.

Saya penutur asli Bahasa Jawa (Kudus(an)¸Jawa Tengah), sementara istri saya berasal dari tanah pasundan, tepatnya Ciamis dan cukup fasih berbahasa Sunda.

Saya lebih sering berkomunikasi menggunakan bahasa nasional (Indonesia) dengan istri saya demi menghindari kegagalan komunikasi. Hal ini berimbas kepada pilihan bahasa yang kami terapkan kepada anak kami.

Konsekuensinya adalah kemungkinan besar bahasa ibu atau bahasa pertama anak kami adalah bahasa Indonesia.

Walaupun bahasa daerah tetap kami tuturkan, porsinya jauh lebih sedikit daripada bahasa Indonesia.

Fenomena di atas tak ayal memicu terjadinya language shift atau pergeseran bahasa. Status bahasa daerah yang pada awalnya sebagai bahasa ibu bergeser menjadi bahasa kedua atau ketiga.

Tidak menutup kemungkinan bahasa daerah akan menjadi ‘bahasa asing’ ketika nanti kehilangan penuturnya.

Andriyanti (2019) mengemukakan bahwa salah satu alasan makin menjamurnya fenomena ini dalam konteks memudarnya penggunaan bahasa Jawa adalah lemahnya transmisi antargenerasi, yang disebabkan oleh, antara lain, menguatnya posisi bahasa Indonesia.

Klaim tersebut didukung dengan fakta bahwa jumlah penutur bahasa Jawa kian menurun dalam rentang empat tahun terakhir, dari 86 juta pada tahun 2017 menjadi hanya 68 juta penutur pada tahun 2021 (Simons & Fennig, 2017; 2021).

Bahasa Jawa – yang notabene adalah bahasa daerah terbesar di Indonesia – saja tidak mampu mempertahankan jumlah penuturnya, lantas bagaimana dengan bahasa-bahasa daerah lain, yang saat ini saja sudah lebih sedikit penuturnya?

Di sisi lain, dugaan di balik kurang efektifnya transmisi bahasa daerah sebagai bahasa ibu antargenerasi adalah adanya agenda tersembunyi ‘penggusuran bahasa daerah’.

Hal ini dapat dilihat dari, salah satunya, mengakarkuatnya institusi-institusi penyokong penyebaran bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) di Indonesia.

Sugiharto (2015) berpendapat bahwa institusi-institusi tersebut mungkin sedang melakukan ‘imperialisme lingustik’, yang tampaknya memiliki misi mengokohkan posisi dan status bahasa Inggris di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com