KOMPAS.com - Twit yang mengungkap tentang dugaan penipuan cash on delivery (COD) viral di media sosial Twitter pada 17 Oktober 2021.
Akun @Nerokumaaa menuliskan bahwa ibunya menjadi korban dari penipuan COD hingga 3 kali.
Paket yang tidak dipesan dengan total Rp 130.000 datang ke rumah dan mengaku harus dibayar dengan metode COD atau dibayar langsung ketika kurir datang.
Dia menduga data yang bocor dari salah satu e-commerce menjadi penyebabnya.
Baca juga: Waspada Penjual Nakal, Ini yang Harus Pembeli Lakukan Ketika Memesan Barang COD
Penipu menggunakan data itu untuk mengirim barang-barang dengan harga yang tidak masuk akal. Ada yang harganya sangat tinggi atau murah tapi sangat banyak barangnya.
Penipu diduga memanfaatkan fitur COD dan kebiasaan orang-orang yang asal membayar tiap ada paket COD datang ke rumahnya tanpa mengecek barangnya.
Akun itu bercerita barang yang diterima bermacam-macam. Ada yang berupa satu celana tipis dengan harga Rp 90.000, kaus kaki Rp 60.000, satu sabun cuci sachet Rp 10.000.
Di akhir twitnya, ia berharap RUU PDP harus dituntaskan segera agar keamanan bisa terjaga.
Twit itu mendapat atensi yang besar dari warganet, yakni lebih dari 27.500 kali suka, lebih dari 12.100 kali retweet, dan 515 komentar.
Baca juga: Viral Video Kurir COD di Tangerang Diancam Borgol oleh Konsumen, seperti Apa Ceritanya?
Yep udah lama pengen goreng kasus scamming variant baru yang ngemanfaatin data bocor dari salah satu e-commerce ini, berhubung ibu w sendiri korbannya, dan ini yang ke-3 kalinya ditambah w lagi punya bukti.
Spoiler dikit, foto ini totalnya 130k loh isinya soklin saset doang wkwk pic.twitter.com/TotSNGwm1E
— Flx (@Nerokumaaa) October 17, 2021
Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan bahwa modus kasus penipuan COD sudah lama terjadi dan terus berulang.
"Pelaku bisa mendapatkan data dari berbagai macam tempat, bisa dengan membelinya atau pun mendapat data dari orang-orang yang pernah berbelanja online," ungkapnya kepada Kompas.com, Kamis (21/10/2021).
Dia mengatakan dalam kasus itu, ada kebocoran data atau informasi. Itu artinya para korban dengan modus COD ini tidak secara acak.
Baca juga: Waspada Penipuan Jasa Bantuan Oksigen, Bagaimana Mengeceknya?
Menurut Pratama, biasanya korban adalah orang-orang yang sering membeli online menggunakan sistem COD.
Jadi kebocoran data bisa di sistem marketplace, pihak penjual, maupun di sistem ekspedisinya.
"Tentu ada juga kemungkinan lain, darimana pelaku mendapatkan data. Dalam beberapa kasus, ternyata korban benar-benar sedang dalam transaksi COD. Yang janggal adalah pelaku penipuan bisa datang lebih dulu," katanya.
Baca juga: Viral Unggahan Modus Penipuan Nomor Telepon +1500888 Atas Nama BCA