Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Ilmiah Mengapa Anak-anak Tak Menyukai Sayuran

Kompas.com - 30/09/2021, 14:30 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Banyak anak-anak yang tidak menyukai sayuran. Mau diolah dalam resep apa pun, kebanyakan anak-anak akan menolak brokoli, kubis, kembang kol, juga jenis sayuran lain.

Banyak orang tua yang kerepotan memaksa anaknya makan sayur. Hingga akhirnya senjata andalan pun dikeluarkan, yaitu memarahi anak yang selalu menolak asupan sayur mayur.

Padahal ada alasan ilmiah di balik mengapa anak-anak selalu menolak brokoli dan teman-temannnya ini.

Menghimpun data dari Live Science, dalam sebuah penelitian didapatkan ada semacam enzim khusus yang terkandung dalam air liur anak-anak yang bisa membuat sayuran terasa tak enak di rongga mulut mereka.

Baca juga: Mengapa Beberapa Orang Tetap Kurus meski Selalu Terlihat Makan dengan Rakus?

Mengapa sayuran berbau tak sedap 

Enzim cysteine lyases, yang membuat sayuran terasa tak enak ini, diproduksi oleh berbagai bakteri yang hidup di rongga mulut.

Enzim di dalam liur anak membuat sayuran berbau tak enak, ini adalah alasan anak menolak makan sayur.Unsplash/Inigo De La Maza Enzim di dalam liur anak membuat sayuran berbau tak enak, ini adalah alasan anak menolak makan sayur.
Cysteine lyases, juga terkunci di dalam jenis sayuran tertentu seperti brokoli, kubis, sawi, kangkung, juga kembang kol.

Jadi ketika anak-anak mengunyah sayuran tersebut, enzim yang ada pada air liur akan bercampur dengan enzim yang keluar dari sayuran.

Nah enzim ini, akan merombak senyawa yang bernama S-methyl-L-cysteine sulfoxide (SMCSO) yang terdapat pada sayuran dari keluarga Brassicaceae, seperti brokoli, sawi dan kembang kol.

Proses perombakan ini membuat senyawa tersebut berubah menjadi senyawa yang memiliki molekul-molekul berbau tak sedap. Bau tak sedap inilah, yang membuat anak-anak akhirnya menghindari mengonsumsi sayuran.

Baca juga: Mencuci Buah dan Sayur, Haruskah Menggunakan Sabun?

Menurun secara genetik

Anak-anak lebih sensitif terhadap aroma dan rasa, sehingga mudah menolak sayuran.Unsplash/Josh Applegate Anak-anak lebih sensitif terhadap aroma dan rasa, sehingga mudah menolak sayuran.
Dalam penelitian yang dilakukan, kuat tidaknya bau tak sedap yang ada pada sayuran dipengaruhi oleh banyak tidaknya cysteine lyases yang bekerja di rongga mulut.

Enzim ini tentu saja ada pula pada dewasa. Jika enzim yang ada sangat banyak, para dewasa pun juga bisa merasakan aroma seperti sulfur ketika mereka mengunyah kubis dan sayuran dari keluarga tanaman yang sama.

Namun meski merasakan aroma yang kurang sedap, kerja enzim ini tak lantas membuat para dewasa kemudian membenci brokoli dan sayur-sayuran lainnya.

Beda dengan anak-anak, yang sekali merasakan aroma yang tak sedap, akan langsung menghindari sayuran yang ada tersebut.

Terlebih, anak-anak juga lebih sensitif terhadap aroma dan rangsangan rasa tertentu, baik aroma sulfur, rasa pahit, juga rasa asam.

Banyak tidaknya enzim di dalam liur ini, ternyata juga diturunkan secara genetika. Jadi ketika Anda dulu pernah menolak sayur karena rasanya yang terasa kurang nikmat, bisa jadi buah hati Anda juga akan melakukan hal yang sama. 

Baca juga: Buah dan Sayuran yang Efektif Menurunkan Gula Darah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com