Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Zona Merah Covid-19 di Jateng Terbanyak di Indonesia, Ini Kata Epidemiolog

Kompas.com - 04/12/2020, 15:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebaran wilayah zona merah di Indonesia meningkat. Hal itu diketahui dari data per 28 November 2020 di laman Covid-19.go.id yang diperbarui pada Selasa (1/12/2020).

Dari data tersebut, jumlah kabupaten/kota di Indonesia yang berstatus zona merah ada 50 wilayah, dari data 2 minggu sebelumnya (15/11/2020) jumlah zona merah ini masih 28 kabupaten/kota.

Dari 50 kabupaten/kota zona merah yang ada sekarang, 12 di antaranya ada di Provinsi Jawa Tengah, ini adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya.

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Meningkat, Zona Merah Diminta Tak Paksakan Sekolah Tatap Muka

Kedua belas wilayah itu adalah sebagai berikut:

1. Kota Pekalongan
2. Kota Tegal
3. Banjarnegara
4. Banyumas
5. Temanggung
6. Pemalang
7. Tegal
8. Sukoharjo
9. Kendal
10. Brebes
11. Blora
12. Klaten

Baca juga: Zona Merah Covid-19: Naik Hampir 2 Kali Lipat, Jateng Terbanyak

Ingatkan terus protokol kesehatan

Lantas, apa yang harus dilakukan agar Jawa Tengah bisa menurunkan jumlah wilayah berisiko tinggi ini?

Pakar epidemiologi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr. Ari Udiyono, M.Hum mengatakan pemerintah daerah semestinya terus mengingatkan penerapan protokol kesehatan di masyarakat.

Adapun protokol kesehatan yang dimaksud, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta menjaga jarak atau menghindari kerumunan (3M).

"Tidak jemu-jemu untuk terus menggaungkan protokol kesehatan," kata Ari, saat dihubungi Jumat (4/12/2020).

Selama ini, kerumunan dan acara-acara publik yang bersifat mengumpulkan massa, seperti hajatan, acara keagamaan, dan sebagainya memang ditengarai menjadi salah satu sumber penularan di masyarakat.

Meskipun demikian, hal itu telah menjadi kebudayaan dan akivitas masyarakat sehari-hari yang tidak dapat terpisahkan. Hal yang dapat diantisipasi adalah dengan terus mengingatkan protokol kesehatan. 

"Kita tidak bisa menyalahkan mereka (masyarakat), karena kaitan budaya dan aktivitas seremonial di dalam keluarga. Tetapi kita tetap harus mengingatkan agar patuh dengan protokol kesehatan," ujar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Undip itu.

Baca juga: Hari Ini Rekor Kasus Harian Covid-19, Zona Merah Bertambah Jadi 58, Mana Saja?

Persuasif

Ari meyakini cara yang halus dan persuasif akan berjalan lebih efektif dibandingkan cara yang mengedepankan paksaan.

"Pendekatan yang halus akan lebih baik terutama bila kita menggunakan 'orang kunci' dibandingkan bila kita menggunakan proses yang keras. Tentunya harus melihat kemampuan keluarga atau kelompok masyarakatnya," ungkap Ari.

Orang kunci yang dimaksud Ari dalam hal ini adalah mereka yang keberadaannya dihormati oleh masyarakat, ucapannya diikuti orang banyak. Misalnya saja tokoh masyarakat atau tokoh agama.

Tidak ada yang salah dengan peringatan dengan cara keras, hanya saja Ari berpendapat itu ada waktunya tersendiri.

"Bila kelompok masyarakat tersebut sulit diberitahu, tindakan keras dan berdisiplin tidak salah untuk dilakukan," pungkasnya.

Baca juga: Pilkada 2020: Petugas Akan Datangi Pasien Covid-19, Apa Risikonya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com