Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Damai di Hati, Damai di Bumi

Kompas.com - 27/12/2023, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NATAL di Jepang merupakan salah satu event istimewa. Suasana Natal dapat dirasakan bukan hanya di kota-kota besar saja. Di kota kecil pun, masyarakat bisa merasakannya.

Saya amat menikmati suasana natal saat mengunjungi Roppongi di sekitar Roppongi Hills atau Tokyo Midtown. Begitu juga di Ebisu, Shinagawa, Marunouchi, bahkan di tempat-tempat favorit turis seperti Shinjuku, Shibuya, dan Harajuku (termasuk di area Omotesando).

Tentu ini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang bersifat religius.

Orang tahu bahwa Jepang merupakan bangsa yang mudah menerima apa pun dari luar, termasuk agama. Kita bisa melihat dari kebiasaan orang Jepang, yaitu merayakan kelahiran anak di kuil Shinto (jinja), pernikahan di gereja, dan kematian di kuil Buddha (otera).

Itu semua bisa terjadi lantaran menurut Matsuyama Daiko, seorang biksu yang berbicara di TED, orang Jepang bukan percaya (believe) kepada sesuatu, namun hormat (respect) kepada sesuatu.

Berbeda dengan hal tersebut, karena percaya lah maka orang majus (bijak) dari timur pergi dengan tuntunan bintang untuk bertemu dengan mesias yang lahir di Betlehem 2000 tahun lalu.

Kejadian dan suasana kelahiran Yesus banyak diabadikan oleh para maestro seni lukis era renaisans. Saya paling menyukai karya Sandro Botticelli, sebab dia melukiskan dengan lengkap suasananya.

Pada lukisan Botticelli tampak tiga orang majus datang ke goa yang juga berfungsi sebagai kandang. Bunda Maria bersujud di samping bayi Yesus. Sementara di atas kandang terlihat para malaikat dengan sayap tiga warna menggambarkan iman, harapan, dan kasih.

Malaikat digambarkan tampak bergembira. Malaikat juga yang menyebarkan kabar baik kepada para gembala di sekitar gua atas kelahiran Sang Juru Selamat, dan berita bahwa kedatangan-Nya akan membawa perdamaian bagi manusia.

Akan tetapi, keadaan dunia saat ini masih jauh dari perdamaian. Kita bisa mendengar dan melihat setiap hari, peperangan masih terjadi di beberapa bagian di dunia.

Ada beberapa sebab perdamaian sulit dicapai di sana. Saya tidak ingin membahasnya karena itu bisa dipandang dengan beberapa perspektif berbeda.

Saya ingin menyampaikan hal yang pasti saja, sebenarnya hakikat dari perdamaian ada dua. Pertama, perdamaian bisa terwujud apabila orang mempunyai hati yang damai. Artinya, ada unsur dari dalam diri yang bisa mendorong terwujudnya perdamaian.

Kedua, orang harus berupaya dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menerima perdamaian. Artinya, manusia harus berusaha dan mampunyai niat baik untuk mewujudkan perdamaian.

Untuk mempunyai niat baik ini, kita tidak perlu untuk menjadi "sempurna" dahulu sebagai manusia.

Jangan khawatir jika belum sempurna, karena jalan menuju kesana bisa dirintis dengan keutamaan iman, harapan, dan kasih. Ini memungkinkan rahmat Allah bekerja, sehingga orang bisa sedikit demi sedikit menuju kesempurnaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com