Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Kata dan Tindakan Pemimpin Athena

Kompas.com - 05/11/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM demokrasi perlu tauladan yang diikuti. Tauladan memberi contoh nyata bagaimana kata dan tindakan bisa diikuti dengan konsisten. Kata dan tindakan tidak berbeda.

Dalam praktik demokrasi polis (kota) Athena 2500 tahun lalu, paling tidak dua pemimpin nyata mudah diikuti warga: Solon (m. 560 SM) dan Perikles (m. 429 SM).

Apa yang diucapkan dan dilakukan dua pemimpin itu betul-betul sesuai. Sikap dan petuah tidak berselisih.

Para warga kota mudah mengerti dan mengikuti. Ada beberapa pemimpin Athena memang pandai berkata-kata seperti Hiperbolus dan Cleophon. Mereka pandai merangkai kata yang memancing emosi massa. Perang mudah terkobar. Kebencian mudah tersulut.

Solon membuat agenda reformasi di Athena, mengurangi jurang pemisah antara elite dan warga biasa. Aristokrat banyak memegang kuasa uang dan politik, sementara warga biasa bekerja keras menggarap tanah.

Hutang-hutang warga pada aristocrat bisa dimainkan dengan pilihan-pilihan politik. Warga dikucuri dana sesaat untuk mengikuti keinginan elite.

Elite menginginkan popularitas dengan menabuh genderang konflik. Solon menangkap itu dengan undang-undang pembebasan hutang bagi warga akar rumput.

Solon tidak mengambil apapun dari reformasi yang dia perjuangkan. Bahkan setelah menjadi archon (wali kota) dia pergi meninggalkan Athena untuk berkelana. Dia tidak ingin mengambil upah berupa keberlanjutan kuasa dan keabadian.

Dia ikhlas dengan pengorbanannya dan pergi dengan ringan tanpa beban. Itu adalah kesesuaian antara kata, sikap, dan tindakan nyata.

Sementara Perikles adalah seorang strategos (jendral perang). Setelah menjadi pemimpin Athena, Perikles banyak memberi dukungan pengembangan pendidikan bagi warga, pelindung sastra, seni, dan pembangunan Akropolis, termasuk Parthenon.

Tiang-tiang tempat berkumpul (agora) dan ibadah masih bertahan dan dipelihara hingga kini.

Dalam perang Pelopponesia, Athena dalam posisi dikepung Sparta. Kekuatan Athena terletak pada diplomasi dan hubungan negara-negara tetangga. Hubungan jarak jauh akhirnya membuat angkatan laut Athena di atas angin.

Sementara Sparta adalah kota yang diperintah dengan sistem militer ketat. Warga negara diwajibkan menjadi tentara profesional.

Kekuatan mental dan fisik membuat mereka menjadi prajurit tangguh tak tertandingi. Sparta unggul di darat. Athena terkepung di dalam tembok kota.

Sementara itu, wabah penyakit mematikan melemahkan pertahanan kota. Wabah mematikan banyak warga, akhirnya termasuk keluarga Perikles.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com